Kamis, 28 Januari 2016

khalifah Umar

Pendahuluan
Ketika mula-mula Nabi bangkit menyerukan Islam, semenanjung Arab terbagi diantara kabilah-kabilah yang masing-masing berdiri sendiri, dengan tingkat perkotaan dan pedalaman yang berbeda, dengan penduduk yang selalu dalam konflik dan pertentangan terus menerus. Sebagian besar daerah itu berada di bawah kekuasaan Persia atau pengaruh Romawi. Sesudah Rasulullah berpulang ke rahmatullah, setelah dua puluh tiga tahun kerasulannya,[1] pengaruh Persia dan Romawi mulai menyusut. Orang Arab berbondong-bondong masuk agama Allah. Kemudian Abu Bakar terpilih sebagai pengganti dan ia memerangi orang Arab yang murtad dari Islam sampai mereka kembali kepada Islam. Setelah itu kesatuan agama dan politik di Semenanjung kembali lagi tertib. Ketika itulah Abu Bakar mulai merintis kedaulatan Islam dengan menyerbu Irak dan Syam. Tetapi ajal tak dapat di tunda untuk menyelesaikan rencana yang sudah dimuainya.
Setelah itu Abu Bakar digantikan oleh Umar dan ia meneruskan kebijakan Abu  Bakar. Pasukan kaum Muslimin menerobos ke kawasan kedua imperium Persia dan Romawi. Imperium Persia dapat ditumpas dan daerah terpenting kekuasaan Romawi telah pula berhasil di bebaskan. Kedaulatan Arab telah merangkul bangsa-bangsa dengan berbagai unsur budaya yang sangat beragam, karena setiap golongan dari segi bahasa, ras, keyakinan, peradaban, ingkungan social dan ekonominya satu sama lain tidak sama. Tetapi begitu Islam tersebar ke tengah-tengah mereka. Agama baru itu telah menjadi perekat yang mempersatukan mereka. Juga kabilah-kabilah Arab itu telah berhasil mewarnai negeri-negeri yang dibebaskan dengan warna Arab.
Berdirinya kedaulatan Islam di masa Umar selesai dengan terbunuhnya Umar oleh seorang Persia yang bernama Abu Lu'luah.
Utsman bin Affan (23-25 H/644-656 M)
A.    Nasab dan Kehidupannya
Dia bernama Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abdu Syams. Ibunya adalah Ardy binti Kuraiz bin Rabiah bin Hubaib bin Abdu Syams. Abdu Syams adalah putra Abdi Manaf, bapak Abdul Muthalib kakek Nabi saw. Nenek Utsman r.a dari ayah adalah Ummi Baidha' binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah saw[2]. Dia berasal dari Bani Umayyah dan dari kalangan terpandang ditengah mereka. Utsman dikenal sebagai seorang pedagang yang dermawan dan murah hati. Dia salah seorang yang paling kaya di masa sebelum Islam dan setelah Islam.
B.    Masuk Islam dan Keutamaannya
Dia masuk Islam berkat upaya Abu Bakar. Utsman adalah salah seorang yang masuk Islam di masa dakwah awal Rasulullah saw, dan salah seorang dari sepuluh orang yang pertama kali masuk Islam. Utsman dikenal memiliki dua sifat utama yang berbeda dengan sahabat yang lain
1.    Rasa Malu. Tidak ada seorangpun yang memiliki rasa malu yang emikian kuat sebagimana yang dimiliki Utsman. Sampai-sampai Nabi malu padanya dan bersabda dalam hadits riwayat Muslim,"tidakkah engkau malu pada seorang lelaki dimana malaikat pun sangat malu padanya."
2.    Pemurah. Tidak ada seorangpun dari kalangan Quraisy yang memiliki sifat pemurah melebihi dirinya.
Utsman menikah dengan dua putri Rasulullah, Ruqayyah dan Ummu Kaltsum. Oleh sebab itu "Dzu Nurain". Utsman adalah salah seorang dari sepuluh orang yang mendapat jaminan akan masuk syurga dari Rasulullah. Dimasa pemerintahan Abu Bakar dia dianggap sebagai orang kedua setelah Umar Ibnul Khattab, sedang pada masa pemerintahan Umar dia di posisikan sebagai orang kedua setelah Umar. Dengan demikian, bersatulah antara kelembutan Utsman dan sikap keras Umar. Tapi walaupun ia mempunyai beberapa kelebihan, tetapi dalam hal pemikiran kreatif tidak muncul. Kelemahlembutannya dipergunakan oleh keluarga Bani Umayyah yang pernah memegang kekutan politik sebelum Islam untuk meningkatkan dan mengembalikan kedudukannya sebagai peimpin kaum Quraisy pada masa Islam. Peluang yang dimanfaatkan oleh Bani Umayyah untuk menduduki jabatan penting menyebabkan timbulnya berbagai protes sikap oposisi yang dating hampir dari seluruh daerah.
C.   Kisah Majelis Syura dan Pelantikan Usman
Setelah Umar terbunuh, di negeri Arab sendiri timbul suatu gejala, yang agaknya tak akan terjadi kalau tida karena berdirinya kedaulatan Islam. Sejak Umar ditikan oleh Abu Lu'luah kaum Muslimin dicekam rasa ketakutan khawatir akan nasib mereka kelak. Terpikir oleh mereka siapa yang akan menggantikannya jika dengan takdir Allah Umar meninggal.Beberapa orang ada yang membicarakanmasalah ini kepada Umar. Mereka meminta Umar mencarikan calon pengganti.
Pada mulanya Umar masih ragi, dan ia berkata: "kalaupun saya menunjuk seorang pengganti, karena dulu orang yang lebih baik darai saya juga menunjuk seorang pengganti, atau kalaupun saya biarkan, karena dulu orang yang lebih baik dari saya juga membiarkan." Tetapi sesudah dipikirkan matang-matang, bahwa kalau dibiarkan begitu saja ia khawatir keadaan  akan menjadi kacau. Dalam nerperang dengan Persi dan Romawi semua orang Arab sudah ikut serta sehingga setiap kalbilah mengaku dirinya kaum Muhajirin dan Anshar, berhak memilih khalifah, malah diantara mereka ada yang mengaku berhak mencalonkan pemimpinnya sebagai khlifah. Jika Umar tidak memberikan pendapat, pengakuan itu kan sangat membahayakan kedaulatan yangb baru tumbuh. Karenanya ia membentuk majelis syura yang terdiri enam orang dengan tugas memilih diantara mereka seorang khalifah sesudahnya. Keenam orang itu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf dan Sa'ad bin Abi Waqash Setelah menyebutkan nama-nama mereka ia berkata: "Tak ada orang yang lebih berhak dalan hal ini daripada mereka itu;Rasulullah saw wafat sudah merasa puas terhadap mereka. Siapapun Yang terpilih dialah khalifah sesudah saya."
Pilihan Umar atas ke enam tokoh itu luar biasa. Tak seorangpun dintara mereka terdapat orang Ansor dari Madinah atau dari kabiolah-kabilah arab yang lain. Semua dari kaum muhajirin dan dari kaum Kuraisy. Sungguhpun begitu dari pihak Ansor atau orang-orang Arab yang dating ke  Madinah sepulang menunaikan ibadah haji, tak seorangpun ada yang marah, memprotes pilihan Umar itu. Keadaan mereka tetap demikian sesudah Umar terbunuh  samapai khalifah penggantinya di baiat.
Mengapa Umar menyerahkan pemilihan khalifah kepada majlis syura tanpa menunjuk nama tertentu dari keenam orang yang diangkatnya itu dengan mengambil teladan dari Abu Bakar saat menunjuknya sebagai penggantinya?
Ada beberapa sumber menyebutkan bahwa Said bib Zaid bin Amr berkata kepada Umar: "Kalau anda menunjuk seorang dari kalangan Muslimin, orang yang sudah percaya kepada anda,"….dijawab oleh Umar: "Saya sudah melihat sahabat-sahabat saya mempunyai ambisi yang buruk!" Jawaban ini menunjukan bahwa dia khawatir, kalau dia menunjuk nama tertentu, hal ini akan mendorong ambisi yang lain untuk bersaing. Jika terjadi demikian maka tidak akan ada kesepakatan di kalangan muslimin, malah akan timbul pertentangan dengan akibat yang diharapkan.[3]
Ada yang berpendapat bahwa Umar memang tidak melihat dari keenam mereka itu seorang yang lebih baik dari yang lain. Ia tidak ingin menanggung dosa musyawarah yang tidak  benar-benar memuaskan hatinya dihadapan Tuhan.
Tetapi kita masih mendapatkan penafsiran lain ats sikap Umar itu, yakni ia tidak ingin memikulkan tanggung jawab kekhalifahan itu ke atas pundak keenam orang tersebut, yang sudah dialaminya sendiri begitu berat dan sangat melelahkan.      Apapun yang mendorong Umar tidak mau menunjuk pengganti dan ia membentuk Majlis Syura untuk memilih khalifah diantara mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah itu memang menunjukan bahwa pendapatnya itu benar.
Anggota-anggota Majlis Syura itu sudah mengadakan pertemuan begitu mereka di tunjuk, tetapi mereka saling berbeda pendapat. Bagaimana sengitnya perselisihan mereka, sampai-sampai Abu Thalhah al-Anshari berkata: "Saya lebih ngeri melihat kalian saling mendorong daripada saling bersaing." [4]
Ini menunjukan bahwa setelah kedaulatan Islam makin luas kekhalifahan itu telah menjadi ajang persaingan yang mau diperebutkan. Masih ada satu pandangan lagi yang menjurus pada perselisihan yang tajam, dan wajar saja kalau hal itu sampai begitu keras. Ketika orang mau mencegah pencalonan khalofah dari Banu Hasyim karena dikhawatirkan kenabian dan kekhalifahan hanya berada dalam keluarga mereka, yang dengan demikian berarti juga kekuasaan rohani dan kekuasaan duniawi. Sesudah itu tidak bolah lagi ada kabilah yang berharap menempatin kedudukan khalifah, selain mereka. Kabilah-kabilah Arab juga khawatir kekhalifahan akan berada di tangan Banu Umayah, sebab mereka adalah suku Quraisy yang terbanyak jumlahnya dan yang terkuat. Kalau kekhalifahan sudah ditangan mereka tak akan mudah untuk dilepaskan.
Banu Hasyim dan Banu Umayah berpendapat, dari pihak mereka posisi kabilah-kabilah Arab telah dirugikan tidak pada tempatnya. Kedua keluarga itu masing-masing berupaya mengungkirkan bahaya yang tidak adil itu dengan cara menempatikekhalifahan dan mencari jalan supaya khalifah berada diantara para keturunannya. Kaberadaan Usman dan Ali di Majlis Syura merupakan suatu kesempatan untuk itu dan adalah salah satu keteledoran jika kesempatan ini sampai hilang.
Tetapi persaingan lama Banu Hasyim dan Banu Umayyah sangat menghambat pengumuman secara terbuka apa yang tersimpan dalam pikiran pemimpin-pemimpin mereka. Ikhtiar Umar membentuk Majlis Syura itu membantu juga segala yang masih tersimpan dalam hati mereka, kendati telah banyak juga perbedaan pendapat dalam Majlis Syura yang terungkap dan apa yang akhirnya terjadi.
Pihak Banu Umayyah tidak kurang ambisinya ingin agar kekhalifahan berada di tangan mereka. Setelah tiba saatnya Umar akan di kebumukan dan jenazahnya  di bawa ke masjid Nabawi ke mesjid Nabawi unutk di shalatkan, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib tampil masing-masing ke dapan untuk memimpin shalat itu. Melihat yang demikian Abdurrahman bin Auf berkata: "Inilah ambisi orang-orang yang ingin memegang pimpinan. Kalian tentu tahu bahwa dia sudah meminta yang lain di luar kalian. Suhaib[5], majulah dan shalatkan!"[6]
Mendengar suara anggota Majlis Syura yang saling berselisih pendapat dengan suara lantang Abu Thalhah al-Anshari masuk dan berkata: "Saya lebih ngeri melihat kalian saling dorong daripada saling bersaing. Saya tidak akan memperpanjang lebih dari tiga hariyang sudah diperintahkan kepada kalian. Setelah itu saya akan tinggal dirumah dan akan melihat apa yang kalian lakukan!"
Sungguhpun begitu perselisihan pendapat terus berlanjut sehari penuh menurut satu sumber dan menurut sumber yang lain mengatakan dua hari. Abdurrahman bun Auf khawatir perselisihan  itu akan makin memuncak dengan segala akibatnya yang tidak diharapkan, maka katanya kepada kedua kelompok itu: "Siapa diantara kalian yang paling utama akan ditampilkan untuk ku kukuhkan memegang pimpinan?". Mereka yang hadir terkejut keheranan sambil melihat kepadanya. Kata-kata apa itu?! Mereka bertengkar begitu sengit mau memperebutkan kekhalifahan. Bagaimana Abdurrahman mengharapkan ada dari mereka yang mau mundur dari ambisinya supaya dapat di ambil keputusan dalam satu atau dua hari ini . Dan dia sendiri tidak akan ikut ambl bagian dalam pencalonan itu?!
Tetapi keheranan mereka tidak berlangsung lama. Cepat-cepar Abdurrahman menyambungnya: "Saya menarik diri dari pencalonan." Cepat-cepat pula Usman mengatakan: "Saya yang pertama setuju." Sa'd dan Zubair juga berkata: "Kami setuju." Karena Talhah tak ada di tempat. Tinggal lagi Ali bin Abi Thalib yang harus memberikan pendapatnya, tetapi Ali tetap diam, tidak menyatakan setuju atau menolak. Barangkali ia masih mengira tindakan Adurrahman ini suatu muslihat ingin memberikan jalan untuk mengangkat semendanya, Usman. Ia diam sambil berpikir-pikir muslihat apa yang akan digunakan. Tetapi Abdurrahman tidak memberi waktu lama-lama untuk memberikan pendapatnya, malah ia bertanya: "Abu al-Hasan, bagaimana pendapat anda?" Ali menyatakan kesangsiannya atas tindakan Ibn Auf itu. Berjanjilah Anda," kata Ali, " Bahwa anda akan mendahulukan kebenaran, tidak memperturutkan hawa nafsu, tidak mengutamakan kerabat dan mengabikan bimbingan umat." Cepat-cepat Abdurrahman tanpa ragu: "Berjanjilah kalian bahwa kalian akan mendukung saya dalam mengadakan perubahan dan menyetujui orang yang saya pilihkan. Saya berjanji kepada Allah tidak akan mengutamakan kerabat dan tidak akan mengabaikan bimbingan kepada umat kaum muslimin.
Gerangan apa yang mendorong Abdur-Rahman menempuh cara ini?! Dia sudah tahu, banyak kaum muslimin yang mencalonkannya untuk kekhalifahan, dan orang-orang Arab merasa puas dan senang sekali karena dia juga termasuk orang yang mula-mula dalam Islam, dan kekhalifahannya tidak lagi pada Banu Hasyim dan Banu Umayyah. Benarkah ia tidak ingin menduduki kekhalifahan sejak Umar menyatakan keinginannya untuk memberikan kepercayaan kepadanya? Kalau begitu, mengapa sebelum ia duduk dalam Majlis Syura, dan mengapa tidak dari semula ia menghindari ikut serta dalam majlis itu? Para sejarawan muslim berpendapat bahwa dia tidak akan menolakm ikut bersama-sama dengan mereka, yang ketika Rasulullah wafat ia senang hati kepada mereka, dan bahwa dia menampik kekhalifahan itu tidak sulit untuk di identifikasi, sementara ia berada diantara mereka yang dipilih oleh Umar.
Ini memang benar Beberapa orientalis berpendapat bahwa ia melepaskan diri dari pencalonan dan pengangkatan sebagai khalifah untuk kemudian diberikan kepada semendanya, Usman. Untuk itu mereka berargumne kepada kata-kata Ali pada pamannya, Abbas: " Abdur-Rahman adalah semenda Usman, mereka tidak akan berbeda pendapat. Mereka akan saling mengangkat satu sama lain.[7]
Agaknya Abdur-Rahman sudah tahu bahwa Usman dan Ali adalh calon utama yang harus bersaing. Karenanya ia berusaha untuk membatasi pencalonan itu. Langkah pertama dalam pencalonan itu adalah mengajak Ali berbicara empat mata. "Anda akan berkata: " kata Abdur-Rahman, "Bahwa dalam hal ini anda lebih berhak dimasukkan dalam pencalonan daripada mereka karena kekerabatan anda, karena anda sudah lebih dulu dalam Islam serta jasa anda dalam agama. Memang. Tetapi bagaimana seandainya anda terlewatkan dan dalam hal ini anda tidak terpilih, siapa diantara mereka menurut hemat anda yang lebih berhak?" Dijawab oleh Ali: "Usman!" Kemudian ia mengajak Usman berbicara empat mata, dan katanya: "Anda akan selalu mengatakan 'Saya tetua Banu Abdu Manaf, menantu Rasulullah saw, bersepupu pula yang mula-mula dalam Islam dan juga berjasa, mengapa akan dijauhkan, tetapi mengapa dalam hal ini saya akan dilewatkan juga dan anda tidak terpilih, siapa diantara mereka menurut hemat anda yang lebih berhak?" Dijawab oleh Usman: "Ali!"
Sebelum itu ia sudah berbicara dengan semua anggota Majlis Syura dan dimintanya mereka member kuasa kepada tiga orang diantara mereka yang berhak memegang pimpinan. Maka Zubair memberikan haknya kapada Ali, Sa'd memberi kuasa kepada Abdur-Rahman dan hak Thalhah diberikan kepada Usman. Tetapi karena Abdur-Rahman sudah mengundurkan diri, maka pencalonan itu dibatasinya hanya pada Ali dan Usman. Hak memilih salah seorang dari keduanya itu kini berada di tangan Abdur-Rahman.
Kalangan sejarawan sependapat bahwa konsultasi-konsultasi Abdur-Rahman telah memperlihatkan banyaknya semacam kesepakatan di barisan Usman, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai alasan-alasan yang menyebabkan kesepakatan itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa orang cenderung kepada tokoh yang tidak sekeras Umar, yang dalam hidupnya telh menjauhkan dari kehidupan duniawi dan menjauhkan orang dari yang demikian. Dalam hal ini Usmanlah orangnya. Bukan Ali. Karena mereka tidak menghendaki Ali, karena khawatir Ali akan membuat beban kepada mereka seperti yang dilakukan Umar.
Sementara itu Banu Hasyim dan Banu Umayyah berkampanye untuk pihaknya masing-masing. Karena Banu Umayyah lebih banyak jumlah orangnya, lebih kaya dan lebih dermawan, propaganda mereka dapat menekan propaganda Banu Hasyim, dan sebagian besar mereka condong kepada Usman. Kalau ini benar, barangkali propaganda Banu Umayyah itu dasarnya adalah bahwa jika kekuasaan di tangan mereka, orang akan lebih terbuka dan lebih bebas menikmati segala harta dan kekayaan hasil rampasan perang, tidak akan merasakan tekanan seperti pada Umar. Ada sebagian yang berpendapat bahwa orang melihat usia Usman sudah mendekati tujuh puluh enam tahun atau lebih sementara Ali belum mencapai usia enam puluh tahun. Juga mereka mengatakan tentang persahabatan Usman dengan Rasulullah serta posisinya. Selain itu mereka berpendapat kekhalifahnnya tidak tertutup buat Ali untuk menggantikannya sebagai khalifah sesudahnya. Rasa kasihan mereka melihat umurnya yang sudah lanjut, penghargaan mereka pada masa alunya, membuat mereka lebih cenderung kepada Usman dan mau memilihnya.
Manapun yang benar dari semua alas an itu suara mayoritas yang menyerupai consensus itu jelas ada di pihak Usman. Kendatipun  begitu Abdurrahman bin Auf masih khawatir pembela-pembela Ali akan mencurigainya  jika hasil ini sudah di umumkan. Ia pergi ke rumah kemenakannya, Miswar bin Makramah dan di bangunkannya ia dari tidurnya…yang ketika itu sudah larut malam…pada malam terakhir batas waktu yang sudah ditentukan oleh Umar untuk memilih seorang amirul mukminin. Dimintanya ia memanggil Usman dan Ali. Setelah kemudian keduanya datang ia berkata kepada mereka: "Saya sudah menanyakan orang banyak, tetapi saya melihat ada orang yang membeda-bedakan kalian berdua . "Kemudian ia meminta janji mereka masing-masing: yang terpilih agar berlaku adil, yang tidak terpilih supaya tetap taat dan patuh.
Subuh itu ia mengajak mereka berdua setelah terdengar azan untuk shalat. Ketika masjid telah penuh sesak, ia naik ke imbar dan berdoa panjang sekali. Setelah itu katanya: "Saudara-saudara, orang-orang di daerah menginginkan, begitu mereka datang ke daerah masing-masing sudah tahu siapa pemimpin mereka.
Abdur-Rahman masih di tempat duduknya di mimbar dengan tanda-tanda kesungguhan Nampak di wajahnya, dan muslimin yang mengelilinya sudah memenuhi masjid. Ia sudah bertekad agar Usman yang menjadi khalifah dan akan mengajak orang membaiatnya. Tetapi adakah hadirin mau segera memenuhi seruannya itu? Ataukah mereka masih terpecah dan masih beradu argumen yang berakibat bencana besar. Kota Madinah akan menjadi ajang kerusuhan yang besar dengan bahaya uang lebih meluas. Kebanyakan orang hanya menjadi budak nafsu dan mengejar kepentingannya sendiri. Demi memperjuangkan semua itu mereka mau mengorbankan keamanan dan keselamatan Negara. Tetapi sikap ragu dalam pengangkatan khalifah itu tidak akan dapat mencegah  bahaya dan tidak akan menghindarkan kaum muslimin dari kekacauan, malah akan makin memperkuat timbulnya fitnah. Oleh karena itu Abdur-Rahman memanggil Ali dan memegang tangannya seraya berkata: "Bersediakah anda saya baiat untuk tetap berpegang pada kitabullah  dan sunah Rasulullah serta teladan kedua penggantinya? "Usman menjawab: Ya, demi Allah! Abdur-Rahman mengangkat mukanya ke langit-langit masjid,  sambil memegang tangan Usman ia berkata tiga kali: "Dengarkanlah dan saksikanlah!" dilanjutkan dengan katanya: "Saya sudah meepaskan beban yang dipikulkan di bahu saya dan saya letakkan di bahu Usman!" Setelah itu ia membaiat Usman, orang-orang yang di dalam masjidpun membaiat Usman.
Semua orang sepakat bahwa orang beramai-ramai membaiat khalifah tua ini. Tak ada yang menentang dan tak ada yang ketinggalan. Adakah itu berarti karena kecintaan mereka kepada Usman atau karena gambira sudah terlepas dari satu bahaya yang mengancam kehidupan Negara yang harus di selesaikan? Keenam tokoh tersebut adalah orang-orang yang sangat mereka hormati. Malah sesudah pelantikan Usman, ada sumber yang dikaitkan kepada Ali bahwa dia berkata: " Orang melihat Kuraisy dan Kuraisy melihat keluarganya dengan mengatkan: Kalau Banu Hsyim sudah diangkat untuk kalian, kalian tidak akan pernah terlepas dari mereka, juga Kuraisy yang lain tidak akan saling bergantian diantara kalian." Itu sebabnya ketika Abdur-Rahman bin Auf meningalkan Ali bin Abi Thalib, tak ada orang yang marah, malah orang menerima Usman sebagai khalifah dengan senang hati dan puas.
Sumber-sumber mengenai sikap Ali bin Abi Thalib terhadap Usman  ini masih saling berbeda, yang sukar sekali untuk dapat mengukuhkan salah satunya Ibnu Sa'd dengan sanadnya menyebutkan, bahwa orang pertama yang membaiat Usman adalah Abdur-Rahman bin Auf, kemudian Ali bin Abi Thalib. Dengan sanad lain ia menuturkan, bahwa Ali adalah orang yang pertama membaiat Usman kemudian berturut-turut yang lain membaiatnya.[8]
Tetapi ada yang berpendapat bahwa sesudah orang berdatangan membaiat Usman yang sudah di baiat oleh Abdur-Rahman, Ali masih maju mujndur. Maka kata Abdur-Rahman:
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَن نَّكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً ﴿١٠﴾                                                                 
010. Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.(Quran surat Al-Fath, 48:10)
Ada dua masalah yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Pertama, Ali dan Banu Hasyim tidak puas atas pemabiatan Usman dengan alas an karena mereka masih keluarga Nabi. Kalau sekali pimpinan kekhalifahan diserahkan kepada Banu Umayyah, maka tidak akan pernah keluar dari mereka.
Kedua, mayoritas Muslimin sudah merasa lega dengan pembaiatan Usman dan mereka menerima dengan senang hati dan puas. Ketika Usman di baiat tidak ada dari mereka yang menyebutkan bahwa Usman dari Banu Umayyah, atau menyebut-nyebut adanya permusuhan Banu Umayyah kepada Rasulullah atau adanya persaingan lama terhadap Banu Hasyim, dan mereka masuk Islam sudah ketinggalan, baru sesudah Mekkah membuka pintu karena sudah tidak mampu lagi melakukan perlawanan terhadap muslimin. Tetapi semua mereka mengatakan, bahwa khalifah Usman masuk Islam terlebih dahulu, serta pembelaannya di samping Rasulullah dan hubungannya yang baik dengan kedua istrinya, Ruqayyah dan Um Kulsum. Kemudian hijrahnya ke Abisinia dan Madinah dengan mengorbankan harta kekayaannya demi membela agama Allah dan kaum muslimin.
Sejarah menyebutkan bahwa Thalhah bin Ubaidilah sampai ke Madinah pagi hari saat pelantikan Usman itu. Ketika dia di undang untuk juga membaiat dan bertanya" Sudahkah semua Kuraisy menerima dengan senang hati? Di jawab: Ya. Ia pergi menemui Usman dan menanyanya: Semua orang sudah membaiat Anda? Dijawab oleh Usman: Ya, kata Thalhah selanjutnya: Saya sudah puas. Saya juga bersama mereka. Lalu ia pun membaiat. Usman selesai di baiat dalam suasana optimis dan penuh harapan untuk masa depan. Sesudah semua acara usai mereka pulang kembali ke daerah masing-masing, ke Irak, Persia, Syam dan Mesir. Dan semua mereka mengharapkan semoga Allah dengan karunianya melimpahkan segala kemudahan kepadanya.
Dengan demikian segalanya kembali seperti semula, dan orangpun sudah dalam suasana kehidupan seperti biasanya. Sudah saatnya sekarang Usman memikul tanggungjawab pemerintahan, mengemudikannya sesuai dengan bawaannya yang lemah lembut, budi bahasanya yang halus dengan keimanan yang sungguh-sungguh dan pengabdian yang semata-mata kebaikan, Ia akan menghadapi situasi yang berbeda dengan situasi di masa Umar dan Abu Bakar, saat mereka masing-masing memikul tanggung jawab kekhalifahan. Dalam menghadapi semua ini memrerlukan warna kebijakan baru. Pada mulanya Usman memang jelas sekali berhasil baik. Kemudian ia terhambat oleh usiannya yang sudah lanjut serta peristiwa-peristiwa yang sudah tak mampu lagi di kendalikan.
E.    Masa pemerintahan Usman
Ketika di baiat umur Usman hampir mencapai tujuh puluh tahun, Ia selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus dan yang bermutu tinggi, karena memang dia orang kaya dan hidupnya serba nyaman.
Dia sangat pemalu. Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa Rasulullah saw berkata:
"Umatku yang benar-benar pemalu adalah Usman ."
Karena perasaan malu itu Usman takut berbicara dan ia segan berdialog dan berdebat panjang-panjang. Kalau dia sudah mengambil keputusan ia gigih dan tidak . mudah menyerah. Karena kemurahan rizki yang melimpah yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya itulah, maka ia makin gigih dalam pendapatnya.
Di zaman jahiliyah dan di masa Islam ia adalah saudagar pakaian. Kafrena kejujuran dan sifat-sifatnya, menyebabkan perdagangannya maju dan mendatangkan keuntungan.
Masa pemerintahan Usman paling lama dibanding dengan khalifah yang lainnya. Yaitu 12 tahun; 24-36H./644-656M. Awal pemerintahan Usman kira-kira 6 tahun penuh dengan prestasi.
Perluasan pemerintahan Islam telah mencapai Asia dan Afrika, seperti daerah Heart, Kabul, Ghazni dan Asia Tengah juga Armenia dan Tunisia, Chyprus, Rodes dari bagian yang tersisa dari Persia.. Dan berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh orang Persia. Dalam bidang social budaya Usman telah membangun bendungan besar untuk mencegah banjir dan mengatur pembagian air ke kota, membangun jembatan, jalan, masjid, rumah penginapan para tamu dalam berbagai bentuk serta memperluas masjid Nabi di Madinah.
Peperangan yang terjadi pada waktu itu adalah perang Zatis Sawari "Perang Tiang Kapal", suatu peperangan di tengah lautan yang belum pernah dilakukan oleh Nabi saw, khalifah Abu Bakar dan Umar. Di sebut Zatis Sawari , karena pada perang tersebut dilakukan di laut tengah dekat kota Iskandariyah antara tentara Romawi di bawah pimpinan Kaisar Constantine dengan lascar kaum muslimin di bawah pimpinan Abdullah bin Abi Sarah, umat Islam menagrahkan lebih kurang 200 kapal.
Visi dan misi khalifah Usman bin Affan dalam menjalankan kekhalifahnnya, dapat dilihat dari isi pidato setelah Usman bin Affan dilantik atau di baiat menjadi khalifah Negara madinah. Ia menyampaikan pidato penerimaan jabatan sebagai berikut:
"Sesungguhnya kamu sekalian berada di negeri yang tidak kekal dan dalam pemerintahan yang selalu berganti. Maka bersegeralah kamu berbuat baik menurut kemampuan kamu untuk menyongsong waktu akhir kamu. Maka sampailah waktunya untuk saya berkhidmat kepada kamu setiap saat. Ingatlah sesungguhnya dunia ini diliputi kepalsuan maka janganlah kamu dipermainkan kehidupan dunia dan janganlah kepalsuan mempermainkan kamu terhadap Allah. Beriktibarlah kamu dengan orang yang lalu, kemudian bersungguh-sungguhlah dan jangan melupakannya, karena sesungguhnya masa itu tidak akan melupakan kamu. Dimanakah di dunia ini terdapat pemerintahan yang bertahan lama? Jauhkanlah dunia sebagaimana Allah memerintahkannya. Tuntutlah akhirat sesungguhnya Allah telah memberikannya sebagai tempat yang lebih baik bagi kamu. Allah berfirman:"45.  Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia sebagai air hujan yang kami turunkan dari langit, Maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, Kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah, Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S al-Kahfi 18:45)[9]

Pidato diatas menggambarkan dirinya sebagai sufi, dan citra pemerinyahnnya bercorak agama. Dalam pidato itu Usman mengingatkan beberapa hal penting:
1.    Agar umat Islam selalu berbuat baik sesuai kemampuan sebagai bekal menghadapi hari kematian dan hari akhirat sebagai tempat yang lebih baik yang disediakan oleh Allah;
2.    Agar umat Islam jangan terpedaya kemewahan kehidupan dunia yang penuh kepalsuan sehingga membuat mereka lupa kepada Allah;
3.    Agar umat Islam mau mengambil iktibar pelajaran masa lalu, mengambil yang baik dan menjauhkan yang buruk;
4.    Sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah al-Quran dan Sunnah Rasul;
5.    Disamping ia akan meneruskan apa yang telah dilakukan pendahuluannya, juga akan membuat hal-hal baru yang membawa kepada kebajikan;
6.    Umat Islam boleh mengkritiknya bila ia menyimpang dari ketentuan hukum[10]
Roda pemerintahan Usman ada dasarnya tidak berbeda dari pendahulunya. Dalam pidato pembaiatannya, ia tegaskan akan meneruskan kebiasaan yang dibuat pendahulunya. Pemegang kekuasaan tertinggi berada di tangan khalifah; pemegang dan pelaksana kekuasaan eksekutuf. Pelaksanaan tugas eksekutif di pusat di bantu oleh sekertaris Negara dan di jabat oleh Marwan bin Hakam, anak paman khalifah. Jabatan ini sangat strategis, karena mempunyai wewenang untuk mempengaruhi keputusan khalifah. Karena dalam praktiknya, Marwan tidak hanya sebagai sekretaris Negara, tetapi juga sebagai penasihat pribadi khalifah. Selain sekretaris Negara Khalifah Utsman juga dibantuoleh pejabat pajak, pejabat kepolisian, pejabat keuangan atau Baitul Mal, seperti masa pemerintahan Umar.
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan daerah, Khalifah Utsman mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau provinsi. Pada masa, wilayah kekuasaan negara Madinah dibagi menjadi sepuluh provinsi:
1.    Nafi' bin Al-Haris Al-Khuza'I, Amir wilayah Mekah;
2.    Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi, Amir wilayah Thaif;
3.    Ya'la bin Munabbih Halif Bani Naufal bin Abd Manaf, Amir wilayah Shan'a;
4.    Abdullah bin Abi Rabiah, Amir wilayah Al-Janad;
5.    Utsman bin Abi Al-Ash Ats-Tsaqafi, Amir wilayah Bahrain;
6.    Al-mughirah bin Syu'bah Ats-Tsaqafi, Amir wilayah Kufah;
7.    Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy'ari, Amir wilayah Bashrah;
8.    Muawiyah bin Abi Sufyan, Amir wilayah Damaskus;
9.    Umar bin Sa'ad, Amir wilayah Himsh; dan
10.  Amr bin Al-Ash As-Sahami, Amir wilayah mesir;
Setiap Amir atau gubernur adalah wakil khalifah di daerah untuk melaksanakan tugas administrasi pemerintahan dan bertanggung jawab kepadanya. Seorang amir diangkat dan diberhentikan oleh khalifah. Kedudukan gubernur disamping kepala pemerintahan daerah, juga sebagai pemimpin agama, pemimpin ekspedisi militer, penetap undang-undang, dan pemutus perkara, yang dibantu oleh katib (sekretaris), pejabat pajak, pejabat keuangan (Baitul Mal), dan pejabat kepolisian.
Adapun kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Penasehat atau Majelis Syura, tempat khalifah mengadakan musywarah atau konsultasi dengan para sahabat Nabi terkemuka. Majlis ini memberikan saran, usul yang dihadapi Negara. Akan tetapi keputusan terakhir berada di tangan khalifah. Artinya berbagai peraturan dan kebijaksanaan, diluar al-Quran dan al-Hadits, dibicarakan dalam majlis itu dan di putuskan oleh khalifah atas perstujuan anggota majlis. Dengan demikian majlis syura diketuai oleh seorang khalifah.
Jadi kalau Majlis Syura ini disebut sebagai lembaga legislatif, ia tidak sama dengan lembaga legislatif sekarang yang memiliki ketua sendiri. Bagaimanapun dengan adanya majlis Syura telah ada pendelegasian kekuasaan dari khalifah untuk melahirkan berbagai peraturan dan kebijaksanaan. Dari fungsinya ia dapat dikatakan sebagai lembaga legislatif untuk zamannya.[11]
F. Kondisi Sosial dan Kebijakan Politik Usman
Dalam enam tahun pertama pemerintahan Usman, segala sesuatunya dianggap berjalan dengan baik. Tetapi menjelang enam tahun kemudian kondisi Negara mengalami kegoncangan. Kehidupn social politik semakin tidak stabil, karena timbulnya konflik kultural dan structural. "Six good years and six bad".[12]
Melihat tindakan politik yang dijalankan oleh Usman banyak kaum muslimin yang meninggalkannya dan mengecam tindakan-tindakannya,termasuk Abu Dzar al-Ghifari, Ammar bin Yasir dan Abdullah bin Mas'ud ikut mengecam tindakan Usman. Situasi ini dimanfaatkan oleh Abdullah bin Saba unutk memperkeruh suasana yang menimbulkan perpecahan di Basyrah, Kuffah dan Mesir.[13]
Kebijakan politik yang dijalankan Usman terlalu banyak memberikan peluang dab fasilitas kepada Bani Umayyah dan keluarga (kerabat) unutk menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan  "nepotisme yang kuat".[14] Disamping itu panyalahgunaan baitul maal oleh para pembantunya dan kemudahan unutk mendapatkan fasilitas pada pihak tertentu dan terlalu mempercayakan urusan Negara kepada kerabat-kerabatnya. Semua itu telah memperuncing garis pemisah antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah.
Usman  yang membukukan firman Tuhan dan yang pada pemerintahannya menyaksikan penaklukan Iran, Azerbeizan dan Armenia, merupakan sosok manusia yang sholeh dan bijak, tapi ia terlalu lemah untuk menolak tuntutan kerabat dekatnya yang serakah. Contoh dari sikap nepotisme Usman diantaranya;
1.    Saudara angkatnya Abdullah mantan juru tulis Nabi yang pernah berusaha menyelewengkan firman Tuhan dan merupakan salah satu dari sepuluh orang yang dikecam oleh Muhammad pada saat penaklukan Mekkah, ditunjuk sebagai Gubernur Mesir;
2.    Saudara tirinya Walid bin Uqbah yang pernah menampar wajah Muhammad dan mendapat kecamannya, diangkar sebagai gubernur Kufah;
3.    Saudara sepupunya Marwan bin Hakam yang kemudian menjadi khalifah Umayyah ditugaskan sebagai pengawas diwan;
4.    Berbagai jabatan penting diisi oleh suku Umayyah dan keluarga khalifah;
5.    Khalifah menerima hadiah dari gubernur atau para pendukungnya termasuk hadiah berupa pembantu cantik dari Gubernur Bashrah;[15]
Tuduhan nepotisme segera tersebar. Perasaan tidak puas muncul akibat sistem administrasi yang tidak popular yang dimotori oleh tiga tokoh Kuraisy kandidat khalifah: Ali, Thalhah dan Zubair.Protes dari para pendukung Ali merebak di Kufah dan mesir.
Menanggapi masalah nepotisme pada masa khalifah Usman adalah sesuatu yang sangat tidak obyektif ketika pemakalah menilainya sebagai suatu kondisi negative pada zaman Usman, karena sejauh ini pemakalah membaca dari literatur yang sangat terbatas dan  pengarang buku hanya menuliskan kebanyakan sisi negatif dari keluarga dan kerabat usman tanpa mengimbanginya dengan segi positif yang ada pada mereka.
Namun menurut pemakalah selama keluarga dan kerabat mempunyai potensi dalam bidangnya masing-masing, dapat memaksimalkan  semua potensi yang ada menuju sebuah profesionalisme. Bisa saja ketika masa Usman masih banyak bidang-bidang yang di ketuai oleh orang-orang selain kerabat dan keluarganya.

F.    Pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam pada Masa Usman
Karya besar monumental Khalifah  Usman adalah membukukan mushaf al-Quran. Pembukuan ini didasarkan atas alas an dan pertimbangan untuk mengakhiri perbedaan bacaan dikalangan umat Islam yang di ketahui pada saat ekspedisi militer ka Armenia dan Azerbeizan. Pembukuan ini dilaksanakan oleh suatu kepanitiaan yang diketahui oleh Zais bin Tsabit.
G.   Akhir Hayat Usman bin Affan
Sikap keberpihakan Usman terhadap keluarga Umayyah dan membiarkan kaum Anshar Madinah dalam posisi yang kurang berpengaruh dan juga di buangnya Abu Dzar al-Ghifari ke kampong Rabadah, telah melukai perasaan kaum muslmin dan membuat mereka tidak simpati lagi kepada keluarga Umayyah. Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh Abdullah bin Saba untuk meniupkan angin permusuhan dan menyebarkan propaganda untuk menentang Usman.
Sementara pemuka-pemuka Islam memperlihatkan kejujuran membela Usman, Tetapi diantara keluarga Bani Umayyah ada yang melakukan kejahtan atas nama Usman. Diantaranya kejahatan yang paling kejam yang dilakukan oleh pembantu khalifah adalah adanya surat palsu yang berstempelkan Usman. Isi surat tersebut memerintahkan kepada gubernur Mesir supaya menangkap dan membunuh Muhammad  Ibnu Abi Bakar beserta para pengikutnya.
Setelah surat itu dokonformasikan kepada Usman, dia menolak. Dan ketika diminta untuk menyerahkan orang yang memegang stempel dia pun menolaknya. Akhirnya arus pemberontakan pun tidak dapat di bending yang menyebabkan Usman terbunuh, oleh dua orang kebangsaan Mesir pada 17 Juni 656M (35H), ketika khalifah sedang membaca al-Quran. Maka tamatlah riwayat perjalanan khalifah ke-3 Usman bin Affan.
Pembunuhan Usman merupakan malapetaka besar yang menimpa umat Islam. Dikalangan umat Islam terjadi benturan antara ajaran Islam yang diturunkan melalui Muhammad yang berbangsa Arab (sehingga perwujudan Islam pada masa awalnya bercorak Arab) dengan alam pikiran yang dipengaruhi kebudayaan Helinesia dan Persi. Perbenturan itu membawa kegoncangan-kegoncangan dan kericuhan dalam beberapa bidang sebagai berikut:
1.                Bidang Bahasa Arab
Pada masa jahiliyyah, ketika bangsa Arab belum bergaul luas dengan bangsa lain, bahasa mereka masih murni sehingga bangsawan Kuraisy yang ingin anaknya fasih berbahasa Arab selalu mengirimkan anaknya ke dusun. Namun sesudah perluasan Islam keluar jazirah Arab dan bangsa Arab bergaul luas dengan bangsa Persi, Mesir, Syam, maka berbaurlah bahasa ini sehingga menimbulkan kekacauan dalam tata bahasa.
2.                Bidang Akidah
Di luar jazirah Arab terdapat agama Yahudi, Nasrani, Zoroaster dan lain-lain yang akidahnya berbeda dengan akidah Islam. Di tambah lagi dengan agam Nasrani yang sangat dipengaruhi oleh filasafat Helinesia. Bertemunya akidah Islam dengan kaidah-kaidah lain di luar Islam menimbulkan benturan. Ini terlihat dengan munculnya aliran mujassimah yang meyakini bahwa Allah memiliki jissim seperti jissim (wujud fisik) manusia.
3.                Bidang politik
Politik Islam yang diajarkan Nabi adalah system "musyawarah". Segala sesuatu yang berdasarkan musywarah termasuk pemilihan kepala Negara. Di lauar jazirah Arab berlaku "monarki absolut", yaitu  segala sesuatu dalam kekuasaan mutlak raja termasuk dalam penentuan calon pengganti raja. Bergumullah dua system itu beberapa tahun sesudah pertemuannya. Pergumulan ini menyebabkan umat Islam pecah menjadi beberapa firqah (kelompok).[16]
Dalam suasana yang demikian timbul suatu kelompok yang netral yang bersikap moderat dan toleran karena mempunyai tujuan untuk tetap menggalang solidaritas dan kesatuan umat. Untuk keperluan tersebut meeka meninggalkan politik dan menyibukkan diri dlam pendalaman ilmu terutama untuk mengkaji sunnnah Nabi dan menggunakannya untuk memahami dan mendalami agama secara lebih luas, diantaranya adalah Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas. Kelompok ini karena pengalamannya dalam mengahadapi berbagai golongan yang mempunyai pandangan yang berbeda akhirnya tumbuh menjadi semacam kelompok yang mau menghargai pendapat oranglain sehingga akhirnya dianggap sebagai kelompok yang banyak dianut oleh mayoritas umat.
Di samping itu ketekunan mereka terhadap kajian as-Sunnah menyebabkan as-Sunnah mendapat perhatian umat yang pada akhirnya menyebabkan as-Sunnah terpelihara. Tak syak lagi bahwa usaha mereka sungguh merupakan usaha yang membekas bagi ilmu pengetahuan Islam pada khususnya dan agama Islam pada umumnya, karena as-Sunnah merupakan sumber agama Islam kedua setelah al-Quran. Hanya saja usaha ini masih bersifat hafalan dan bellumm dibukukan. Barulah di bukukan oleh al-Zuhri atas perinyah khalifah Umar bin Abdul Aziz nanti. Walaupun demikian, usaha mereka merupakan rintisan bagi kajian baru dalam sejarah pemikiran secara rasional dalam bidang as-Sunnah.


DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Wahid An-Najar, C.   (1990) Al-Khulafa al-Rasyidin. Beirut: Dar al-Kutub  Al-Ilmiyat.
Ahmad Amin, C.   (1993) Islam dari Masa ke Masa. Bandung: PT Remaja Rosda Karya .
Ahmad al-Usairy, C.   (2000) Sejarah Islam (sejak zaman Nabi Adam-Abad XX).
Jakarta: AK Barmedia.
Badri Yatim, C.   (2003) Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Dedi Supriyadi, C.   (2008) Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Musyrifah Sunanto, C   (2007) . Sejarah Islam Klasik Perkembangan ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Muhammad Husain Haekal, C.   (2005) Usman bin Affan antara Kekhalifahan dan Kerajaan, dari " عثمان بن عفان ", terjemahan oleh Ali Audah, Jakarta: Litera AntarNusa.
M.A. Shaban, Islamic History, A new interpretation, Cambridge University Press: 1971.
Philip K. Hitti, Rujukan Induk dan Paling Otoritatif  tentang Sejarah Peradaban   Islam, dari "History of The Arabs", terjemahan oleh R. Cecep Lukman Yasin, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta
Suyuti Pulungan, C.   (1994)  Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta:  Rajawali Press.
Salabi, C.   (1997)  Sejarah Peradaban Islam,  al-Husna Dikra.
Syed Mahmudunnasir, C.   (1981) Islam Its Concept and History, New Delhi 10 002 (India), Kitab Bhavan.
   Qadhi Habiburrahman,C.   (2008) 10 Tokoh Islam  yang dijamin masuk syurga, (Yogyakarta: Citra  Risalah, 2008), cet. Ke-1 h. 103










[1] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan antara Kekhalifahan dan Kerajaan, dari " عثمان بن عفان ", terjemahan oleh Ali Audah, Jakarta: Litera AntarNusa, h. 1
[2] Qadhi Habiburrahman, 10 Tokoh Islam  yang dijamin masuk syurga, (Yogyakarta: Citra  Risalah, 2008), cet. Ke-1 h. 103
[3] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan antara Kekhalifahan dan Kerajaan, dari " عثمان بن عفان ", terjemahan oleh Ali Audah, Jakarta: Litera AntarNusa, h. 5
[4] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan antara Kekhalifahan dan Kerajaan, dari " عثمان بن عفان ", terjemahan oleh Ali Audah, Jakarta: Litera AntarNusa, h. 21
[5] Suhaib adalah seorang budak asal Romawi yang oelh Rasulullah di tebus dengan uangnya sendiri
[6] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan antara Kekhalifahan dan Kerajaan, dari " عثمان بن عفان ", terjemahan oleh Ali Audah, Jakarta: Litera AntarNusa, h. 23

[7] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan antara Kekhalifahan dan Kerajaan, dari " عثمان بن عفان ", terjemahan oleh Ali Audah, Jakarta: Litera AntarNusa, h. 25


[8] Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan antara Kekhalifahan dan Kerajaan, dari " عثمان بن عفان ", terjemahan oleh Ali Audah, Jakarta: Litera AntarNusa, h. 29

[9] Abd al-Wahid An-Najar Al-Khulafa al-Rasyidin. Beirut: Dar al-Kutub Al-Ilmiyat, 1990. H.247-248.
[10] Suyuti Pulungan. Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Cet. I. Jakarta: Rajawali Press. 1994 h. 142
[11] . Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam, Bandung:Cet 10. Pustaka Setia. 2008 h.92
[12] . M.A. Shaban, Islamic History, A new interpretation, Cambridge University Press: 1971. H. 63
[13] . Salabi, Sejarah Peradaban Islam, Cet . 9, al-Husna Dikra, 1977 h.277
[14] . Salabi, Sejarah Peradaban Islam, Cet . 9, al-Husna Dikra, 1977 h.66
[15] . Philip K. Hitti, Rujukan Induk dan Paling Otoritatif  tentang Sejarah Peradaban Islam, dari "History of The Arabs", terjemahan oleh R. Cecep Lukman Yasin, Cet I, Jakarta: , h. 220

[16] . Musyrifah Sunanto . Sejarah Islam Klasik Perkembangan ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta:Cet 3. Kencana Prenada Media Group. 2007 h.33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Virus Corona: Penyebab, Cara Pencegahan dan Dampaknya Pada Ekonomi Global

 – Pada akhir tahun 2019 kemarin, dunia telah dihebohkan oleh COVID-19 atau yang dikenal sebagai wabah virus corona. Virus ini pertama k...