A. pendahuluan
1. Latar Belakang Timbulnya
Daulah Osmaniyah/ Kekaisaran Turki Ottoman (1299-1923 M)[1]
Sesudah runtuhnya Kerajaan
Bagdhad dengan naiknya bangsa Mongol dan Tartar, boleh dikatakan tidak ada lagi
kerajaan islam yang besar dan menjadi tumpuan harapan dunia islam. Tatkala
bangsa Tartar bangkit menyerbu ke Dunia Islam, menaklukkan, membakar, membunuh
dan merampas, maka Sulaiman Syah (datuk Sultan Osman) melihat bahaya itu bagi
negerinya di Mahan, mengadakan mufakat dengan sekutunya untuk pindah ke negeri
lain yang lebih aman, yaitu Anatolia di Asia Kecil, mereka berangkat membawa
1000 orang berkuda sekitar abad ke-7 H. [2]
Beberapa lama
mereka berhenti di Akhlat, sampai pada akhirnya tentara Tartar mendekat
kenegeri itu, mereka pun pindah ke Azerbaizan hingga terdengar bahwa tentara
Tartar sudah menjauh dari kampung halaman mereka (Mahan). Maka Sulaiaman Syah
berniat untuk kembali ke tanah kelahirannya dan diperjalanan pulang mereka
berhenti di Benteng Ja’bar wilayah Orga, setelah itu mereka menyebrangi sungai
Ephat, ketika itu tiba-tiba air sungai meluap dan Sulaiman Syah pun tenggelam
dan dimakamkan di dekat benteng Ja’bar.
Beliau meninggalkan
empat orang putra yaitu Sankurtakin, Kuntogdai, Artugrul dan Dandan. Dua anak
sulungnya meneruskan niat ayahnya kembali ke Mahan sedangkan Artugul dan Dandan
meneruskan niat ayahnya pergi ke daerah Anatolia mencari daerah yang subur,
mereka memilih tanah Erzerum dan mengangkat Artugrul menjadi kepala Kabilah, sedangkan
dua saudaranya yang pulang tidak terdengar lagi sejarahnya. [3]
Ketika Artugrul dan
Dandan tiba di daerah Anatolia, Artugrul mengutus anaknya Sauji menghadap
Sultan ‘Ala’uddin Kaiqubas Sultan Saljuk Rumi, memohon agar baginda sudi
memberi izin berdiam di dalam wilayah kekuasaannya, dan mohon diberi tanah
untuk bercocok tanam dan mengembalakan ternak mereka. Permohonan itu
diperkenankan oleh Sultan ‘Ala’uddin. Dalam perjalanan pulang membawa kabar
dari Sultan, Sauji meninggal dunia dan dimakamkan, tiba-tiba mereka melihat dua
pasukan yang sedang bertempur satu pasukan jumlahnya sedikit dan pasukan yang
lain berjumlah banyak, maka timbullah semangat keadilan pada Artugrul, sehingga
dengan segera memerintahkan anak buahnya untuk membantu yang lemah, semangat
mereka semakin bergelora ketika mengetahui bahwa yang kuat itu tentara Mongol
sedangkan tentara yang lemah adalah dari pihak Sultan ‘Ala’uddin yang telah
memberi tanah pada mereka, karena mendapat bantuan baru maka tentara Sultan
‘Ala’uddin Saljuk pun bisa menghalau tentara Mongol, sehingga Sultan ‘Ala’uddin
sangat gembira atas kabar tersebut dan mengundang Artugrul keistana,
diterimanya dengan serba penghormatan, diberilah pakaian, menambah tanah dan
wilayah kekuasaan lebih luas dari yang diberikan pertama. Sampai seterusnya
ketika terjadi peperangan Artugrul selalu membawa perajuritnya untuk membantu
‘Ala’uddin dan setiap mendapat kemenangan Sultan memberi tanah dan kekuasaan
dan harata benda yang banyak sampai tentara Artugrul diberi gelar oleh Sultan
‘Muqaddamah Sultan’ (Tentara Pelopor Baginda) karena apabila berperang tentara
Artugrul pasukan terdepan.
Pada tahun 687 H/
1288 M. [4]
Artugrul meninggal, dan untuk penggantinya Sultan Alauddin menunjuk Putra Sauji
yaitu Osman (cucu Artugrul). Osman I terus setia berkhidmat sebagai kepala
tentara sultan, karena kesetiaan dan kegagah beraniannya sultan memberi gelar
‘Bey’ diberi pula daerah sendiri dan diberi izin memakai matawang sendiri, dan
boleh memakai nama sendiri didalam khutbah jumat, sehingga seakan-akan Osman
adalah raja besar yang belum bermahkota.
Pada tahun 699 H/
1300M,[5]
Tentara Tartar menyerang kembali dengan dahsyat dan Osman kembali menghadang
pasukan Tartar sampai memukul mundur. Tidak lama setelah penyerangan itu Sultan
‘Alauddin meninggal dan keturunan beliau belum ada yang pantas menjadi raja
sehingga putuslah kerajaan Saljuk Rumi, sehingga Osman I yang menggantikan
kerajaan dengan memakai gelar ‘Pardisyah Aal Osman’ (Raja Basar Keluarga Osman)
dan beliau memilih negeri Iskisyihar menjadi pusat kerajaan. Untuk memperkuat
wilayahnya dia mengirim surat pada kerajaan-kerajaan kecil yang belum islam
dengan isi surat memilih salah satu di antara tiga: pertama islam, kedua
membayar jizyah, ketiga perang.
Setelah menerima
surat tersebut kerajaan-kerajaan di Asia kecil, sebagian langsung masuk islam
dan bergabung dengan daulah osman, sebagian ada yang tetap dengan agamanya dan
membayar jizyah, dan sebagian lagi tidak mau tunduk dan meminta bantuan ke
negeri Tartar. Sehingga Osman I meperkuat pasukan untuk menghalau serangan
tentara Tartar di bawah pimpinan anaknya Ourkhan dan tentara Tartar pun dibuat
kocar-kacir, setelah itu dia mengepung kota Bursa pada 717H/ 1317 M, dan
menaklukkan satu benteng demi satu benteng
Pada pertengahan
abad ke-13, [6] Osman I memperluas
wilayahnya sampai ke batas kekaisaran Bizantium dan memindahkan ibu kota
kesultanan ke Bursa, dan memberi pengaruh yang kuat terhadap
perkembangan awal politik kesultanan tersebut. Pada periode ini terlihat
terbentuknya pemerintahan formal Osmaniyah, bentuk institusi tersebut tidak
berubah selama empat abad. Pemerintahan Osmaniyah mengembangkan suatu sistem
yang dikenal dengan nama Millet (berasal dari bahasa Arab millah), yaitu
kelompok agama dan suku minoritas dapat mengurus masalah mereka sendiri tanpa
intervensi dan kontrol yang banyak dari pemerintah pusat.
Setelah Osman I
meninggal tahun 726 H/ 1326 M. [7]
Maka naik tahta putranya yang bernama Sultan Ourkhan I, dan memperluas
wilayahnya sampai ke bagian timur Mediterania dan Balkan serta perang kosovo
yang secara efektif mengakhiri kekuasaan kerajaan Serbia dan memberi peluang
merambah ke Eropa, kerajaan Osmaniah hampir mengontrol seluruh wilayah
kekuasaan Bizantium terdahulu. Wilayah kekaisaran Bizantium di Yunani luput
dari kekuasaan kesultanan berkat serangan Timur Lenk ke Anatolia tahun 1402,
menjadikan Sultan Bayezid I sebagai tahanan. [8]
Sepeninggal Timur
Lenk Mehmed II melakukan perombakan struktur kesultanan dan militer, dan
menunjukkan keberhasialan dengan menundukkan kota Konstantinopel pada tanggal
29 Mei 1453 pada usia 21 tahun, kota tersebut menjadi ibu kota baru kesultanan
Osmaniyah, sebelum terbunuh Mehmed II, pasukan Osmaniyah berhasil menaklukkan
Korsika, Sardinia dan Sisilia, namun sepeninggalnya rencana menaklukkan Italia
dibatalkan. (Abidurrohman, 2009: 4)
B. Pembahasan
1. Perkembangan
Kerajaan ±1453-1683 M. [9]
Periode ini bisa
dibagi menjadi dua masa yaitu masa perluasan wilayah dan perkembangan ekonomi
serta budaya (sampai tahun 1566) dan masa stagnasi militer dan politik.
a. Perluasan Wilayah dan
Puncak Kekuasaan ±1453-1566 M.
Diawali dengan
terjadinya pertempuran Zonchio pada tahun 1499 yang merupakan perang laut
yang pertama yang menggunakan mariam sebagai senjata di kapal
perang, menandakan kebangkitan angkatan laut kesultanan Osmaniyah. [10]
Penaklukkan
Konstantinopel mengukuhkan status kesultanan sebagai kekuatan besar di Eropa
Tenggara dan Mediterania Timur, pada masa ini kekaisaran Osmaniyah memasuki
periode penaklukkan dan perluasan wilayah sampai ke Eropa dan Afrika Utara.
Kesultanan ini
memasuki zaman kejayaannya di bawah beberapa sultan. Sultan Selim I (1512-1520)
secara dramatis memperluas batas wilayah kesultanan dengan mengalahkan Shah
Dinasti Safavid dan Persia, Ismail I, di perang Chaldiran. Selim I pun
memperluas kekuasaan sampai ke Mesir dan menempatkan kapal-kapal kesultanan di
Laut Merah.
Di bawah
pemerintahan Selim dan Sulaeman angkatan laut kesultanan Osmaniyah menjadi
kekuatan dominan, mengontrol sebagian besar Laut Mediterania. Kebesaran lainnya
meliputi penaklukkan Tunis dan Aljazair dari Spanyol, evaluasi umat Muslim dan
Yahudi dari spanyol kewilayah kesultanan Osmaniyah sewaktu inkuisisi Spanyol,
dan menaklukkan Nice dari kekaisaran suci Romawi tahun 1543. Penaklukkan
terakhir atas nama Prancis sebagai pasukan gabungan dengan Raja Prancis yaitu
Francis I dan Barbarossa. Prancis dan kesultanan Osmaniyah bersatu berdasarkan
kepentingan bersama atas kekuasaan Habsburg di Selatan dan Tengah Eropa,
menjadikan sekutu yang sangat kuat. Selain kerjasama militer juga kerjasama
ekonomi, Prancis diberikan hak untuk dagang dan tidak dipungut pajak. Pada saat
itu kesultanan Osmaniyah bersekutu dengan Prancis, Inggris dan Belanda melawan
Habsburg Spanyol, Italia dan Habsburg Austria.
Di bawah
pemerintahan Sulaiman lah puncak kegemilangan Khilafah Osmaniyah, dia dikenal
dan dihormati oleh rakyatnya dengan sebutan “al-Qanuni” (pemberi hukum) sampai
namanya diabadikan menjadi nama himpunan
perundang-undangan. [11]
Dia memberi tugas kepada
Ibrahim al-Halabi (Aleppo, W. 1549, Hitti, P.K., 2010: 911) untuk menyusun
sebuah buku hukum yang berjudul Multaqa al-Abhur (titik pertemuan lautan), buku
tersebut menjadi referensi undang-undang hukum Khilafah sampai terjadinya
reformasi sekitar abad ke-19.
Karya Sultan
Sulaiman dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya dapat dilihat dengan
mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, istana, musoeum, jembatan, terowongan,
jalur kereta, dan pemandian umum, fasilitas tersebut mencapai 235 buah yang
dibangun oleh arsitek kepercayaannya, Sinan.
Sepeninggal
Sulaeman tahun 1566, beberapa wilayah kekuasaan kesultanan mulai menghilang,
kebangkitan kerajaan-kerajaan Eropa di Barat beserta penemuan jalur alternatif
Eropa ke Asia melemahkan perekonomian Kesultanan Osmaniyah. Walaupun begitu,
kesultanan ini tetap menjadi kekuatan ekspansi yang besar sampai kejadian
pertempuran Wina tahun 1683 yang menandakan berakhirnya usaha ekspansi
kesultanan Osmaniyah ke Eropa.
Kerajaan-kerajaan
Eropa mulai berusaha mengatasi kontrol monopoli jalur perdagangan ke Asia oleh
kesultanan Osmaniyah dengan menemukan jalur alternatif. Secara ekonomi
pemasukan Spanyol dari benua baru memberikan pengaruh pada devaluasi mata uang
Kesultanan dan mengakibatkan inflasi yang tinggi, hal ini memberikan efek
negatif terhadap semua lapisan masyarakat Osmaniyah.
Pertempuran Lepanto
tahun 1571,[13] di Eropa Selatan sebuah
koalisi antar kekuatan dagang Eropa di Semenanjung Italia berusaha untuk
mengurangi kekuatan kesultanan Osmaniyah di Laut Mediterania dimenangkan oleh
koalisi tersebut mengakhiri supermasi kesultanan pada akhir abad 16 masa
keemasan yang ditandai dengan penaklukan dan perluasan wilayah berakhir.
Murad IV (1622-1640)
yang menaklukkan Yereva tahun 1635 dan Bagdhad tahun 1639 dari kesultanan
Safavid adalah satu-satunya Sultan yang menun jukkan kontrol militer dan
politik yang kuat di dalam kesultanan, Murad IV merupakan Sultan terakhir yang
memimpin pasukannya maju ke medan perang.
Pemberontakan
Jelali (1519-1610) dan Pemberontakan Yenisaris (1622) mengakibatkan ketidak
pastian hukum dan pemberontakan di Anatolia akhir abad 16 dan awal abad 17
berhasil menggulingkan beberapa pemerintahan.
Kesultanan Wanita
(1530-1660) adalah periode di mana pengaruh politik dari Harem kesultanan
sangat besar, ibu dari Sultan yang muda mengambil alih kekuasaan atas nama
putranya, Hurrem Sultan mengangkat dirinya sebagai pewaris Nurbanu,
dideskripsikan oleh perwakilan Wina Andrea Giritti sebagai wanita yang saleh,
berani dan bijaksana. Masa ini berakhir sampai pada kekuasaan Sultan Kosem dan
menantunya Turhan hatice, yang mana persaingan diantaranya berakhir dengan
terbunuhnya Kosem tahun 1651, periode ini digantikan oleh Era Köprülü
(1656-1703) yang mana kesultanan pada masa ini pertama kali dikontrol oleh
beberapa anggota kuat dari Harem dan kemudian oleh beberapa Perdanan Mentri
(Grand Vizier).
Serangan kedua Wina
tahun 1683,[14] di medan perang
kesultanan Osmaniyah secara perlahan-lahan tertinggal dengan teknologi militer
orang Eropa dimana inovasi yang sebelumnya menjadi faktor kekuatan militer
kesultanan terhadang oleh konservatisme agama yang mulai berkembang, perubahan
taktik militer di Eropa menjadikan pasukan Sipahi yang dulunya ditakuti menjadi
tidak relevan, kesatuan dan disiplin pasukan menjadi permasalahan disebabkan
oleh kebijakan relaksasi rekrutmen dan peningkatan jumlah Yenisaris yang
melebihi pasukan militer lainnya.
Serangan kedua Wina
itulah yang dianggap sebagai tanda-tanda awal kehancuran khilafah Osmaniyah
sekitar tahun 1683, selanjutnya diperparah dengan adanya kebijakan kerajaan
yang lebih mementingkan peperangan ketimbang memakmurkan rakyat, juga populasi
yang heterogen di antara kelompok, ras dan agama menjadi perpecahan. Keadaan
tersebut menjadi lahan empuk timbulnya faham Nasionalisme, Separatisme, dan
Misionarisme.
c. Kedaan Politik Menjelang
Keruntuhan
Politik disini
dibagi menjadi dua,[15]
pertama politik dalam negeri yaitu penerapan hukum islam di wilayahnya,
mengatur muamalat, menegakkan hudud dan sanksi hukum, menjaga akhlak, mengurus
urusan rakyat sesuai hukum islam, menjamin pelaksanaan syiar dan ibadah, semua
ini dilaksakan dengan tatacara islam.
Ada dua faktor yang
membuat Kholifah Turki Osmaniyah mundur, yaitu: 1. Buruknya pemahaman islam, 2.
Salah menerapkan islam. Sebetulnya dua permasalahan tersebut bisa diatasi saat
kehalifahan dipegang oleh orang kuat dan keimanannya tinggi, tetapi kesempatan ini
tidak dimanfaatkan dengan baik, Sulaeman II yang dijulukial-Qonun karena
jasanya mengadopsi UU sebagai sistem khilafah, yang pada saat itu merupakan
khilafah terkuat, malah malah menyusun UU menurut Madzhab tertentu yaitu
Hanafiyah dengan kitab Pertemuan Berbagai Lautannya yang ditulis Ibrohim Halabi
(1549) padahal khilafah islam bukan negara Madzhab.
Dengan tidak
dimanfaatkannya kesempatan emas ini untuk perbaikan dua hal tadi, bahkan malah
mengambil UU oleh Sulaiman II dan penyimpangan dalam pengangkatan kholifah
tidak disentuh oleh Uu, dampaknya setelah berakhir kekuasaan Sulaimanul Qonun,
yang menjadi kholifah adalah orang lemah, seperti Sultan Mustafa I (1617),
Osman II (1617-1621), Murod IV (1622-1640), Ibrohim bin Ahmed (1639-1648),
Mehmed IV (1648-1687), Sulaiman II (1687-1690), Ahmed II (1690-1694), Mustafa
II (1694-1703), Ahmed III (1703-1730), Mahmud I (1730-1754), Osman III
(1754-1787), Mustafa III (1757-1773), dan Abdul Hamid I (1773-1788). Inilah
yang membuat militer Yennisari yang dibentuk Sultan Ourkhan saat itu
memberontak (1525, 1632, 1727 dan 1826), sehingga mereka dibubarkan (1785),
selain itu majemuknya rakyat dari segi agama, etnik, dan madzhab perlu penguasa
berintelektual tinggi. Sehingga para pemimpin lemah itu memicu pemberontakan kaum
Druz yang dipimpin oleh Fakhruddin bin Al-Ma’ni. (Abidurrohman, 2009: 8)
Kedua politik luar negeri ini membuat negeri
khilafah dakwah dan jihad berhenti sejak abad 17, sehingga Yennisari membesar,
lebih dari pasukan dan pegawai pemerintah biasa, sementara pemasukan negara
merosot, ini membuat khilafah terpuruk karena suap dan korupsi. Para wali dan
pegawai tinggi memanfaatkan jabatannya untuk jadi penjilat dan penumpuk harta,
ditambah menurunnya pajak dari Timur Jauh yang melintas wilayah khilafah, setelah
ditemukannya jalur utama yang aman sehingga bisa langsung ke Eropa. Ini membuat
mata uang khilafah tertekan sementara pendapatan negara seperti tambang tak
bisa lagi menutupi kebutuhan uang yang terus meningkat.
Paruh kedua abad 16,
terjadilah krisis moneter saat emas dan perak diusung ke negeri laut putih
tengah dan dunia baru lewat kolonial Spanyol. Mata uang khilafah semakin
terpuruk, terjadi inflasi hebat. Mata uang Baroh diluncurkan oleh Sultan tahun
1620 tetap gagal mengatasi inflasi, lalu keluarlah mata uang Qisry pada abad
17, inilah yang membuat pasukan Osmaniyah di Yaman memberontak pada paruh kedua
abad 16 akibat adanya korupsi negara harus menanggung utang 300 juta lira.[16]
Dengan tak
dijalankannya politik luar negeri yang islami, dakwah dan jihad, pemahaman
jihad sebagai cara mengemban idiologi islam keluar negeri hilang dari benak
muslimin dan kholifah. Ini terlihat pada saat sultan Abdul Hamid Khan I meminta
Syekh al-Azhar membaca Shohihul Bukhori di al-Azhar agar Alloh SWT
memenangkannya atas Rusia (1788), Sultan pun meminta kepada Gubernur Mesir saat
itu agar memilih 10 ulama dari seluruh mazhab membaca kitab itu setiap hari.
Sejak jatuhnya
Konstatinopel abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal masalah ketimuran,
sampai abad 16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia, Albania, Yunani dan
kepulauan Ionia. Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang
dilanda perang antar agama, sesama kristen yaitu Protestan dan Katolik. Konflik
ini berakhir setelah konferensi Westafalia (1667). Saat itu peluasan wilayah
oleh Sultan terhenti setelah kekalahan khilafah oleh Eropa dalam perang Lepanto
(1571), khilafah hanya mempertahankan wilayahnya. Ini dimanfaatkan oleh Austria
dan Venezia untuk memukul khilafah. Pada perjanjian Carlowitz (1699), wilayah
Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea dan sebagian
Dalmatia lepas, masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg, bahkan khilafah
harus kehilangan wilayahnya di Eropa pada perang Krim (abad 19), tragis lagi
setelah perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).[17]
Mengahadapi
kemerosotan itu, khilafah melakukan reformasi (abad ke 17 dst), namun lemahnya
pemahaman islam membuat reformasi gagal, karena saat itu khilafah tidak mampu
membedakan IPTEK dengan peradaban dan pemikiran. Ini membuat munculnya struktur
baru dalam negara, yakni perdana menteri yang tak dikenal sejarah islam kecuali
setelah terpengaruhnya oleh demokrasi barat yang mulai merasuk ke tubuh
khilafah. Saat itu penguasa dan Syaikhul islam membuka terhadap demokrasi lewat
fatwa Syaikhul Islam yang kontroversi. Bahkan setelah itu terbentuk Dewan
Tanzimat (1839) semakin kokohlah pemikiran barat, setelah disusunnya beberapa
UU, seperti UU Acara Pidana (1840), UU Dagang (1850), tambah rumusan konstitusi
1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang berusaha membatasi fungsi dan kewenangan
kholifah.
d. Konspirasi Menghancurkan
Khilafah [18]
1) Gerakan Misionaris
Ahlu Dzimmah
(khususnya orang kristen yang mendapat hak istimewa zaman Sulaiman II),
akhirnya menuntut persamaan hak dengan muslimin. Bahkan hak istimewa ini
digunakan untuk melindungi provokator dan intel asing dengan jaminan perjanjian
antara khilafah dengan Bizantium (1521), Prancis (1535), dan Inggris (1580).
Dengan hak istimewa ini jumlah orang Kristen dan Yahudi meningkat di dalam
negeri. Ini memanfaatkan misionaris yang mulai menjalankan gerakan sejak abad
16. Malta Suriah (1620)
2) Gerakan Nasionalisme dan
Separatisme
Gerakan
Nasionalisme dan Separatisme telah dipropagandakan negara-negara Eropa seperti
Inggris, Psrancis, dan Rusia. Itu bertujuan untuk mengahncurkan khilafah islam.
Keberhasilan memakai sentimen kebangsaan dan separatisme di Serbia, Hongaria,
Bulgaria dan Yunani mendorongnya memakai cara yang sama diseluruh wilayah
khilafah. Hanya usaha ini lebih difokuskan di Turki dan Arab, sementara itu
kedubes Inggris dan Prancis di Istambul dan daerah-daerah basis khilafah
seperti Baghdahad, Damsyik, Bairut, Kairo, dan Jeddah, telah menjadi
pengendalinya. Untuk menyukseskan misinya dibangunlah dua markas, yaitu
di Bairut yang bertugas memainkan peranan jangka panjang, yakni mengubah
putra-putri islam menjadi kafir dan mengubah sistem islam menjadi sistem kufur,
kedua markas Istambul bertugas memainkan peranan jangka pendek yaitu
memukul telak khilafah.
Kedubes Eropa pun
mulai aktif menjalin hubungan dengan orang Arab, di Kairo dibentuk Partai
Desentralisasi yang diketuai Rofiqul ‘Adzim, di Bairut Komite Reformasi dan
Forum Harfiah dibentuk. Inggris dan Prancis menyusup ketengah orang Arab yang
memperjuangkan nasionalisme Arab. Dokumen yang ditemukan dikonsulat Prancis
Damsyik telah membongkar rencana penghianatan kepada khilafah yang didukung
Inggris dan Prancis.
Di Markas Istambul
negara-negara Eropa tak hanya puas merusak putra-putri umat islam di sekolah
dan Universitas lewat propaganda. Mereka ingin memukul khilafah dari dekat
secara telak, caranya ialah mengubah sistem pemerintahan dan hukum islam dengan
sistem pemerintahan Barat dan hukum kufur, kompanyenya mulai dilakukan Rasyid
Pasha, menlu zaman Sultan Abdul Mejid II (1839) tahun itu juga naskah terhormat
Kholkhonah yang dijiplak dari UU di Eropa diperkenalkan, tahun 1855
negara-negara Eropa khususnya Inggris memaksa khilafah Osmaniyah mengamdemen
UUD sehingga dikeluarkan Naskah Hemayun tanggal 11 Februari 1855, Midhat Pasha
adalah salah satu anggota kabatinan Bebas diangkat menjadi perdana Menteri pada
tanggal 1 September 1876 ia membentuk panitia Ad Hoc menyusun UUD menurut
Konstitusi Belgia, inilah yang dikenal dengan Konstitusi 1876, namun konstitusi
ini ditolak oleh Sultan Abdul Hamid II dan Sublime Port Syariat. Midhat Pasha
pun dipecat dari kedudukan perdanan menteri. Turki muda yang berpusat di
Salonika yaitu pusat komunitas Yahudi Dunamah yang memberontak tahun 1908.
Kholifah dipaksa untuk melakukan keputusan konferensi Berlin dan mengumumkan
UUD yang diumumkan Turki Muda Salonika, kemudian membubarkan parlemen yang
pertama dalam khilafah Turki Osmaniyah tanggal 17 November 1908. Bekerja sama
dengan syaikhul islam, Sultan Abdul Hamid II dipecat dari jabatannya, dan
dibuang ke Salonika, sejak itu sistem pemerintahan islam berakhir.
Tampaknya Inggris
belum puas menghancurkan khilafah Turki Osmaniyah secara total, perang Dunia I
tahun 1914 dimanfaatkan Inggris menyerang Istambul dan menduduki Gallipoli,
dari sinilah kopanye Dardanella yang terkenal itu mulai dilancarkan,
penduduk Inggris dikawasan ini juga dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas
Mustafa Kemal Pasha yang sengaja dimunculkan sebagai pahlawan perang Ana Forta
tahun 1915, ia agen Inggris keturunan Yahudi Dunamah dari Salonika yang
melakukan agenda Inggris, yakni melakukan revolusi kufur untuk menghancurkan
khilafah islam, ia menyelenggarakan konggres Nasional di Sivas dan menelurkan
Deklarasi Sivas tahun 1919, yang mencetuskan Turki merdeka dan negeri islam
lainnya dari penjajah, sekaligus melepaskannya dari Turki Osmani. Irak, Suriah,
Palestina, Mesir dan lainnya mendeklarasikan konsensus kebangsaan sehingga
merdeka, saat itu sentimen kebangsaan sangat kental dengan lahirnya Pan
Turkisme dan Pan Arabisme, masing-masing menuntut kemerdekaan dan hak menentukan
nasib sendiri atas nama bangsanya, bukan atas nama umat islam.
2. Runtuhnya Khilafah
Osmaniyah
a. Runtuhnya Khilafah
Islamiyah
Sejak tahun 1920,[19]
Mustafa Kemal Pasha menjadikan Kota Ankara sebagai pusat aktivitas politiknya,
atas dukungan Inggris yang telah menguasai Istambul dan membuat kevakuman
politik dengan menawan pejabat negara dan menutup kantor-kantor dengan paksa
sehingga bantuan kholifah dan pemerintahannya mandeg, instabilitas terjadi di
dalam negeri, sementara opini umum menyudutkan kholifah dan memihak kaum nasionalis. Situasi ini dimanfaatkan Mustafa
Kemal Pasha untuk membentuk Dewan Perwakilan Nasional dan ia menobatkan diri
sebagai ketuanya, sehingga ada dua pemerintahan yaitu Pemerintahan Khilafah di
Istambul dan pemerintahan Dewan Perwakilan Nasional di Ankara. Walaupun
kedududkannya tambah kuat Mustafa
Kemal Pasha tetap tidak berani
membubarkan khilafah, dia hanya mengusulkan konsep yang memisahkan khilafah
dengan pemerintahan. Namun setelah perdebatan yang panjang di Dewan Perwakilan
Nasional, konsep ini ditolak, pengusulnyapun membubarkan Dewan Perwakilan
Nasional dengan melibatkan dalam berbagai kasus pertumpahan darah. Setelah
memuncaknya krisis Dewan Perwakilan Nasional ini diusulkan agar mengangkat
Mustafa Kemal Pasha sebagai ketua parlemen, yang diharap bisa menyelesaikan
krisis.
Setelah resmi
menjadi ketua parlemen Pasha mengumumkan kebijakannya yaitu mengubah sistem
khilafah menjadi republik yang dipimpin seorang presiden yang dipilih lewat
pemilu. Tanggal 29 November 1923, dia oleh parlemen dipilih menjadi presiden
pertama Turki. Namun ambisinya untuk membubarkan khilafah yang telah terkorupsi
mendapat rintangan, ia dianggap murtad, dan rakyat mendukung Sultan Abdul Majid
II, serta berusaha mengembalikan kekuasaannya, ancaman ini tidak menyurutkan
langkah Mustafa Kemal Pasha, bahkan ia menyerang balik dengan taktik politik
dan pemikirannya yang menyebut bahwa penentang sistem republik ialah penghianat
bangsa dan ia melakukan teror untuk mempertahankan sistem pemerintahannya,
kholifah digambarkan sebagai sekutu asing yang harus dienyahkan.
Setelah kondisi
negara kondusif, Mustafa Kemal Pasha mengadakan sidang Dewan Perwakilan
Nasional pada tanggal 3 Maret 1924 ia memecat kholifah, membubarkan sistem
khilafah dan menghapuskan sistem islam dari negara, hal ini sebagai taktik
Klimaks revolusi Mustafa Kemal Pasha.
Faktor-faktor Penyebab Keruntuhan Khilafah Utsmaniyah[20] adalah:
1) Puncak kejelekannya
adalah sistem kekuasaan mutlak, dengan meletakkan nasib kekaisaran yang luas
hanya di tangan satu Orang yaitu Sultan.
2) Krisis Ekonomi dan
Sosial, seperti suap memenuhi hampir semua tempat, kebebasan telah hilang,
perampasan wilayah mengancam setiap penguasa, mata-mata tersebar di setiap
tempat, para penguasa tidak lagi mementingkan rakyat, mereka hanya disibukkan
memenuhi ambisi hawa nafsu dan syahwatnya, serta bermalas-malasan.
3) Para sultan menyimpang,
pemerintah menyerahkan khilafah ke tangan para Thoghut, maka pada abad 13H/ 19
M. Khilafah dipimpin oleh para sultan yang sewenang-wenang dan bengis, di mulai
dari Mustafa IV, Mahmud II, Abdul Majid I, Abdul Aziz Murad V, dan Abdul Hamid
II.
4) Melemahkan bangsa Arab,
mereka takut pada kehancuran bangsa Arab dengan mengasingkannya dari
posisi-posisi penting, dan mengabaikannya, sehingga bangsa Arab menjadi Bodoh,
sakit, terbelakang dan miskin.
5) Mengabaikan bahasa Arab
yang merupakan bahasa al-Quran dan al-Hadits yang mulia, dimana keduanya
merupakan sumber asasi bagi syariat (UU) islam.
6) Dilupakannya kesadaran
islam dan pemahamannya, sehingga kebanyakan mereka mengenal islam hanya sebatas
ibadah ritual dan menyimpang dari manhaj Alloh SWT, serta tidak komitmen dalam
pengkajian-pengkajian islam.
7) Gampang mengganti
pejabat wilayah, sehingga para pejabat awam terhadap wilayahnya sehingga mereka
mengabaikannya.
8) Membunuh saudaranya
sendiri karena takut tersaingi.
9) Menikahi kaum nasrani
karena kecantikannya, dan wanita mata-mata penentang kaum muslim.
10) Khilafah dijadikan
warisan seperti zaman Umayah dan Abasiyah.
11) Memberikan hak yang
berlebihan kepada militer, sehingga mereka otoriter, dan melakukan intervensi
dalam urusan kekuasaan, pada akhirnya merusak dan melampaui batas.
12) Meninggalkan pembinaan
kepada masyarakatnya dalam akidah, bahasa, dan adat istiadat mereka, seperti
jihad menyebarkan islam, mengabaikan kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat.
13) Menguasakan kepada orang
lain dalam mengendalikan krisis ekonomi dan sosial, sehingga memberi peluang
orang-orang bentukan Eropa memasuki wilayah khilafah.
14) Kemerosotan pasukan
berkuda dan jeleknya administrasi pemerintahan.
15) Adanya gerakan-gerakan
Kaum Salib Eropa, adanya gerakan revolusi, berdirnya lembaga-lembaga rahasia
dan organisasi-organisasi faham kedaerahan dan nasionalisme.
16) Tidak adanya upaya
menjaga kemajuan dan perkembangan ilmu, yang berakibat kepada keterbelakangan dan
kemunduran.
b. Respon atas Runtuhnya
Turki Osmaniyah Di Hindia Belanda (Indonesia). [21]
Sebagai respon
terhadap keruntuhannya khilafah sebuah komite didirikan di Surabaya pada
tanggal 4 Oktober 1924 diketuai oleh Wondo soedirdjo (Wodoamiseno) dari sarikat
Islam dan Wakil ketua KH A. Wahab Hasbullah, yang bertujuan membahas undangan
kongres khilafah di kairo, dan dilanjutkan dengan kongres al-islam Hindia III
di Surabaya pada tanggal 24-27 Desember 1924 yang diikuti 68 organisasi islam
yang mewakili pimpinan pusat (hoofdbestuur) maupun cabang (afdeling), serta
mendapat dukungan tertulis dari 10 cabang organisasi lainnya. Kongres ini
banyak dihadiri oleh Ulama dari seluruh
Hindia Belanda, keputusan penting kongres ini adalah melibatkan diri dalam
pergerakan khilafah dan mengirimkan utusan sebagai wakil umat islam Indonesia
ke konggres dunia islam, yang menghasilkan untuk mengirim delegasi ke Kairo
yang terdiri dari Soryopranoto (SI),
Haji Fakhrudin (Muhamadiyah) dan KH A. Wahab dari kalangan tradisi.
Karena terdapat
perbedaan pendapat dengan Muhamadiyah, KH A. Wahab dan 3 pendukungnya
mengadakan rapat dengan kalangan ulama senior di Surabaya, Semarang, Pasuruan,
Lasem dan Pati dan membuat Komite Merembuk Hijaz dengan dua tujuan yaitu
mengimbangi Komite Khilafah yang berangsur-angsur jatuh ke kalangan pembaharu
dan kedua menyerukan kepada Ibnu Sa’ud penguasa Arab Saudi agar meneruskan
kebiasaan agama yang benar. Komite ini yang berubah menjadi Nahdatul Ulama pada
rapat di Surabaya tanggal 31 Januari 1926, rapat ini tetap menempatkan masalah
Hijaz sebagai persoalan utama.
Pada tahun yang
sama diselenggarakan Muktamar Alam Islamy Far’ul Hindias Syarqiyah (MAIFHS)
yaitu Konferensi Dunia Islam Cabang Hindia Timur di Bogor, sebagai respon atas
undangan Kongres Islam Sedunia yang diselenggarakan Ibnu Sa’ud dari Arab Saudi
, dan pada tanggal 13-19 Mei 1926 diadakan Kongres Dunia Islam di Kairo, dari
Hindia Belanda hadir H. Abdullah Ahmad dan H. Rasul. Pada bulan berikutnya
tanggal 1 Juni 1926 diselenggarakan kongres khilafah di Makkah saat itu
Indonesia mengutus Tjokroaminoto (Central Serikat Islam) dan KH Mas Mansur
(Muhamadiyah), penunjukkan tersebut dihasilkan dari kongres ke IV di Yogyakarta
tanggal 21-27 Agustus 1925 dan kongres ke V di Bandung tanggal 6 Februari 1926
mereka berangkat dari Tanjung Perak Surabaya dengan kapal Rondo dan
dielu-elukan masyarakat, sesampainya ke tanjung priok banyak para ulama yang
menyambutnya.
Pada tahun 1927
berlangsung Kongres Khilafah ke II di Makkah, dari Hindia Belanda diwakili oleh
H. Agus Salim (SI), hasilnya Raja Abdul Aziz bin Sa’ud dalam sambutannya tidak
menginginkan dibicarakannya masalah khilafah sehingga kongres tersebut gagal.
c. Peristiwa-peristiwa
Penting pada Masa Kemunduran[22]
1) 976H/ 1568 M: Perjanjian
damai dengan Austria
2) 978H/ 1570 M: Penaklukan
kepulauan Siprus
3) 984 H/ 1576 M: Pembaruan
pencapaian negara-negara asing
4) 985-991 H/ 1577-1583 M:
penaklukkan Syarwan, Karj, dan Dagestan, serta timbulnya revolusi di Anatolia
dan Istanbul.
5) 1021H/ 1612 M: kekalahan
Utsmaniyah oleh Syafawiyah dan terlepasnya sebagian kerajaannya.
6) 1030 H/ 1620 M:
tersebarnya kekacauan dan ketidakstabilan.
7) 1044H/ 1634 M:
penghentian revolusi Fakhrudin al-Ma’ni yang telah menguasai Lebanon, sebagian
besar Palestina, dan Suriah.
8) 1048 H/ 1638 M: Perang
dengan Syafawiyah, masuknya orang-orang Utsmaniyah ke Bagdhad.
9) 1055 H/ 1645 M:
Penaklukan Karyat
10) 1074 H/ 1663 M: Pasukan
Utsmaniyah memasuki Morovia, dan Silizia Bologna. Majrob terbagi menjadi dua
wilayah satu untuk Utsmaniyah dan untuk Austria.
11) 1083 H/ 1673 M: Ikutnya
wilayah Kozaq di Ukraina kepada orang-orang Utsmaniyah.
12) 1094 H/ 1682 M:
Pengepungan Utsmaniyah terhadap Austria.
13) 1100 H/ 1688 M:
Kekalahan di hadapan Austria
14) 1110 H/ 1698 M:
Perjanjian Karluftisy, sehingga khilafah kehilangan Ukraina, Bodulia, Azuf,
Hungaria, serta Transylvania dan sebagainya.
15) 1130 H/ 1717 M:
Perjanjian Bisarovetis, khilafah harus melepas Serbia, Boegrod, Dan sebagian
Valenchie.
16) 1182-1187 H/ 1768-1772
M: Terjadi revolusi Ali Bek al-Kabir, pemimpin Mesir yang menuntut pemisahan diri,
serta mengambil wilayah Syam dan Hijaz, namun pemerintah dapat mengalahkan
mereka.
17) 1187 H/ 1773 M:
Perjanjian Qoinarajah, isinya bebasnya wilayah Krym, Bisarobia (Rumania), dan
Koban (Kafkas)
18) 1189 H/ 1775 M:
Pemerintah berhasil menghentikan revolusi Zhahir Umar, yang telah menguasai
sebagian besar Palestina
19) 1206 H/ 1791 M: Rusia
menyerahkan sebagian besar wilayah al-Kurm.
20) 1213-1216 H/ 1798-1801
M: Penyerbuan Napolion Bonaparte (Prancis) ke Mesir dan menaklukkan Mamluk.
Kemudian memasuki Syam, namun gagal lalu menarik kembali pasukannya ke
Perancis.
21) 1220 H/ 1805 M: Muhammad
Ali (Perwira Albania) menguasai Mesir, dan mengalahkan Mamluk dalam peristiwa
Qol’ah pada tahun 1226 H.
22) 1226-1233 H/ 1811-1817
M: Utsmaniyah memerangi Saudi, mereka menugaskan Muhammad Ali, penguasa Mesir
untuk mengalahkan Saudi yang masih berumur muda, dan dakwah Wahhabi Salafiyah,
pada saat itu saudi sedang mencapai puncak perluasan wilayahnya, Thusun bin
Muhammad Ali mendatanginya dan berhasil merebut Hijaz dan sebagian Najed, kemudian
saudaranya Ibrohim berhasil menguasai ibu kota ad-Diriah dan mengalahkan Saudi.
23) 1242 H/ 1826 M:
Penghapusan sistem Kaveleri yang rusak, dan mulai membentuk sistem militer
modern.
24) 1243 H/ 1827 M: terjadi
revolusi di Yunani yang didukung Eropa, yang menuntut kemerdekaan Yunani.
25) 1245 H/ 1829 M:
Utsmaniyah kalah dari Rusia, Serbia merdeka penuh. Dan perancis menjajah
Aljazair.
26) 1247 H/ 1831 M: Muhammad
Ali menguasai Syam.
27) 1257 H/ 1841 M: Perang
kelompok di Lebanon, dan dikuasainya Lebanon oleh Utsmaniyah.
28) 1275 H/ 1858 M: Rumania
memerdekakan diri.
29) 1277 H/ 1860 M: Khilafah
berhasil memadamkan fitnah kelompok di Syam.
30) 1285 H/ 1868 M:
Pembukaan terusan Suez.
31) 1295 H/ 1878 M:
dimulainya Nasionalisme dan Sekularisme, seperti Lembaga Pemuda Turki.
32) 1295 H/ 1878 M: Utsmaniyah
kalah dari Rusia dan hampir memasuki Istanbul, dan menandatangani perjanjian
Stefanus yang berisi pelepasan Serbia, Jabal Aswad, Bulgaria, dan Rumania.
33) 1295 H/ 1878 M:
Perjanjian Berlin berisi kemerdekaan penuh Bulgaria, penyerahan Austria atas Bosnia
Herzegovina, dan penguasaan Inggris terhadap kepulauan Siprus.
34) 1299 H/ 1881 M: Perancis
menjajah Tuniasia.
35) 1300 H/ 1882 M: Inggris
menjajah Mesir dan Sudan.
36) 1313 H/ 1897 M: Italia
menjajah Eritria, dan sebagian Somalia.
37) 1315 H/ 1897 M:
Diselenggarakan Muktamar Zionisme di Swiss dipimpin oleh Hertzel, yang
menyepakati pendirian negara nasionalis bagi Yahudi di Palestina, dan Hertzel
membujuk Sultan Hamid II untuk melepaskan Palestina, namun Sultan menolak, maka
Yahudi berusaha menjatuhkan Sultan.
38) 1316 H/ 1898 M: Muncul
lembaga Persatuan dan Pembangunan yang menyerukan kepada nasionalisme Turki
(Thuroniyah) dan penghapusan Khilafah Utsmaniyah yang didukung Yahudi Dumamah.
39) 1328 H/ 1910 M: Sultan
Abdul Hamid II dicopot dari jabatannya sebagai kholifah dan Partai Persatuan
dan Pembangunan menguasai keadaan.
40) 1332 H/ 1913 M: Italia
menjajah Libya.
41) 1333-1337 H/ 1814-1918
M: Khilafah menggabungkan diri dengan Jerman dan terjadi perang Dunia I tanpa
kesepakatan, Jerman kalah sehingga Khilapah juga menderita kekalahan dan
menyerah. Negara-negara Eropa lalu membagi-bagi wilayah kekuasaan pemerintahan
itu dan menguasainya.
42) 1342 H/ 1923 M:
diumumkannya negara Turki dan menempatkan khilafah hanya mengurusi masalah
keagamaan saja, seorang Yahudi sekuler Mustafa Kemal menjadi presiden Republik
Turki pertama, dia pemimpin Partai Persatuan dan Pembangunan.
43) 1343 H/ 1924 M:
penghapusan khilafah untuk terakhir kalinya, dan pengusiran rumah para Sultan
dari Turki, maka ditutuplah lembaran terakhir Khilafah Islamiyah ini.
d. Warisan Keagungan
Khilafah
Memasuki Istambul
adalah memasuki kota tua, karena kota ini berdiri sebelum Kaisar Konstaninum memindahkan pusat Romawi
Byzantium ke sana awal abad 4 M dan menamainya Konstatinopel. Istambul relatif
tidak mengalami kerusakan yang berarti saat perang dunia, infrastruktur
Istambul jauh lebih rapi dari kota-kota lain yang kita kenal sebagai kota
muslim. Limbah air kotor mengalir dalam saluran tertutup di bawah
jalan-jalan kota menuju pusat penjernihan, maka mata air di selat Bosporus yang
memisahkan Asia dan Eropa sangat jernih, karena Istambul adalah satu-satunya
kota yang ada di dua benua. Tak salah bila Byzantinum dan khilafah Osmaniyah
menjadikan Istambul sebagai pusat kekuasaannya.
Bekas-bekas keagungan
khilafah Osmaniyah di Istambul dapat terlihat beberapa bentuk, di
antaranya: [23]
1) Bangunan fisik kota yang tetap bisa dipakai meski sudah ratusan tahun,
seperti sistem pembuangan limbah, jalan-jalan, masjid, mata air, taman, pasar
hingga universitas. Yang paling menarik
tentu saja masjid-masjid yang sangat indah, seperti ikon Istambul yaitu masjid
Sultan Ahmed yang berhadapan dengan Aya Sofia dan dikelilingi oleh taman-taman
yang indah, masjid ini dibangun abad 16 dan satu-satunya masjid yang memiliki 6
Minaret, kubahnya menggunakan ornamen bercat kebiru-biruan, sehingga disebut
juga masjid biru (blue mosque), ketahanan bangunan ini atas gempa telah teruji,
Turki adalah pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu Eropa, Asia dan
Afrika-Mediteran, sehingga daerah ini sangat sering diguncang gempa, sampai
data disana harus selalu di update karena titik-titiknya akan selalu bergeser
oleh dinamika bumi, namun masjid-masjid di Turki yang dibangun berabad-abad
yang lalu terbukti bertahan hingga kini.
Yang lainnya adalah
bangunan Universitas seperti Universitas Istambul yang klasik dan berdekatan
dengan dua masjid yang megah, yaitu masjid Sultan Sulaiman dan Masjid Sultan
Beyazid pada saat dibangun masih sangat jarang universitas di Dunia ini.
Pada Sultan
Sulaiman memperindah kota dengan bangunan masjid, sekolah, rumah sakit, istana,
musolium, jembatan, terowongan, jalur kereta api, dan pemandian umum, bangunan
tersebut dibuat oleh arsitek ternama seperti Sinan, jumlahnya mencapai dua
ratus tiga puluh lima.[24]
2) Relik Informasi original yang disimpan dimusium atau pusat-pusat arsip. Museum
penyimpanan benda-benda original yang memberikan informasi masa lampau seperti
Museum Aya Sofia dan Istana Topkapi, keduanya berada di Istanbul dan Pusat
Arsip Pertanahan di Ankara.
Aya Sofia sampai
tahun 1453 M masih gereja kathedral (Basilika) Byzantium, ketika Konstantinopel
dibuka oleh Sultan Muhammad II
(al-Fatih) pada hari selasa, maka hari jumatnya langsung dirubah menjadi masjid
untuk sholat jumat, karena saking banyaknya warga yang ingin masuk islam dan
ingin perubahan, selama 500 tahun menjadi masjid, dan akhirnya Pada tahun 1937 Mustafa Kemal Attaturk
mengubah status Aya Sofia menjadi Museum, maka mulailah proyek Uncovering
Aya Sofia. Bagian atap dinding sebagian
dikerok dan dicat kaligrafi, sehingga ditemukan kembali lukisan-lukisan sakral
kristen.
Di Aya Sofia juga
dipamerkan surat-surat kholifah(Ustman Fermans) yang menunjukkan kehebatan kholifah Ustmaniyah dalam
memberikan jaminan, perlindungan, dan kemakmuran kepada warganya maupun orang
asing yang mencari suaka tanpa memandang agama mereka. Yang tertua adalah
surat Sertifikat tanah yang diberikan tahun 925 H/ 1519 M. Kepada para
pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman Inquisisi Spanyol pasca jatuhnya
pemerintahan islam di Andalusia.
Kemudian surat ucapan
terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim
Kholifah ke Amerika Serikat yang sedang dilanda kelaparan pasca perang dengan
Inggris abad 18.
Selain itu
tersimpan rapi surat jaminan perlindungan kepada Raja Swedia yang diusir
tentara Rusia dan mencari eksil ke Kholifah pada tanggal 30 Jumadil Awal 1121H
atau 7 Agustus 1709.
Surat pemberian
ijin dan ongkos kepada 30 keluarga dari Yunani yang telah bermigrasi ke Rusia
namun ingin kembali ke wilayah kholifah karena di Rusia mereka tidak sejahtera
yang terjadi pada tanggal 13 Rabiul Akhir 1282 H/ 5 September 1865.
Yang paling
mutakhir adalah peraturan yang bebas cukai barang bawaan orang-orang Rusia yang
mencari eksil ke wilayah Osmaniyah pasca revolusi Bolschewik pada tanggal 25
Desenber 1920.
Di Aya Sofia
dipamerkan sekitar 100 sampel surat-surat yang menakjubkan, baik yang ditujukan
kepada kholifah maupun yang dikeluarkan oleh kholifah, sayangnya yang
ditonjolkan adalah semua itu seakan-akan merupakan kehebatan bangsa Turki di
masa lalu, bukan terpancar dari akidah islam, syariat islam dan sistem Daulah
Khilafah.
3) Istana Topkapi (Gerbang
Meriam), adalah istana kholifah
yang dipakai dari abad 15 sampai pertengahan abad 19 di area yang sangat luas
tersimpan benda-benda pusaka kekhilafahan Osmaniyah, seperti kendaraan, alat
dapur, pakaian, perhiasan, alat-alat sains, senjata, juga benda-benda sakral,
seperti baju bertuliskan al-Quran 30 juz, pedang para kholifah, pedang
Rasululloh, bahkan tongkat Nabi Musa dan Sorban Nabi Yusuf.
4) Pusat Arsip Pertanahan, berada di Ankara yang merupakan ibu kota Turki, sekitar
500km dari Istambul yang merupakan pusat kota bisnis dan budaya, yang
berpenduduk 12 juta sekitar 3 kali Ankara. Pada tahun 1416 Sultan Muhammad I
kakek al-Fatih, menyatakan bahwa tanah-tanah yang didapatkan melalui jihad
adalah milik umum dan dikelola negara sedang hak gunanya pada pemilik sebelumnya,
maka beliau melakukan land sensus registrasi ini berjalan bagus hingga abad 17.
Jumlah dokumen dipusat arsip sekitar 1500 ton, meliputi wilayah Afganistan
sampai Maroko, dari Semenanjung Krim Rusia sampai Sudan.
e. Sumber Kekuatan Turki
Tidak diragukan
lagi bahwa sumber kekuatan Turki pada masa kejayaannya adalah memakai sistem
daulah Islam. Turki merupakan Aglomerasi dari berbagai ras dan etnis, Asia
Tengah, Timur Tengah, dan Eropa. Bahasa usmani yang kaya dengan bahasa-Arab
membuktikan bahwa kehebatan kholifah bukan karena kehebatan bangsa Turki tetapi
kehebatan sistem daulah islam yang mempersaudarakan bangsa-bangsa dengan aqidah
islam, juga karena melakukan syariat islam, yaitu syariat yang membawa mereka
mendapatkan berbagai inspirasi untuk menjadi rahmatal lilalamina, memimpin
dunia memerangi kekufuran dan kedhaliman, dan untuk itu mereka menyiapkan
segala upaya untuk mengemban misi tersebut, mereka menyiapkan Ekonomi,
menggembleng generasi muda, mengembangkan sains, dan teknologi, ini dibuktikan dengan
benda-benda peninggalan yang bisa kita saksikan hingga kini.[25]
Pada Puncak
kekuatan mereka, Usmaniyah bersikap toleran terhadap minoritas keagamaan dan
etnik yang ada di dalam kekaisaran mereka, seperti kaum Yahudi
berbondong-bondong datang kepada khilafah untuk berlindung dari kejaran Kaum
Kristen Eropa. Selain kebaikan di atas ada beberapa “Kebaikan-kebaikan
Khilafah Ustmaniyah” di antaranya: [26]
1) Perluasan wilayah
negeri-negeri islam dengan memakai
sistem islami
2) Mendatangi Eropa Timur
untuk meringankan tekanan kaum Nasrani terhadap Andalusia, dan mengusir
keberadaan Portugis di negara-negara muslim, menghadapi Spanyol yang hendak
menguasai Maroko, membela kaum muslim menghadapi Rusia di Asia Tengah dan
Wilayah laut Hitam.
3) Menghadapi Zionisme,
yang menginginkan mendirikan negara di Palestina dan Wilayah Sinai Mesir, (Pada
masa Sultan Abdul Hamid II).
4) Memerangi Syiah Rafidhoh
yang menampilkan diri dalam bentuk Pemerintahan Safawid, orang-orang di negeri
Teluk dan Irak telah merasakan penderitaan atas pemerintahan Rafidhah.
5) Menyebarkan islam sampai
Eropa dan Afrika.
6) Melindungi negara islam
dari penjajahan.
7) Menguasai dan menyatukan negara islam hingga
20 juta km²
8) Eropa memerangi
Utsmaniyah karena islamnya bukan karena Turkinya, dan mereka membenci karena
perang salib, mereka menganggap Khilafah telah membangkitkan semangat jihad
islam yang baru.
9) Pemerintahan Utsmaniyah
mencerminkan kesatuan umat muslim, karena pusat khilafah, maka menjadi simbol
bagi umat islam yang dipandang oleh orang-orang di luar mereka dengan penuh
penghargaan, pemuliaan dan penghormatan.
f. Sejarah Pengumpulan
Relikui Rosululloh SAW [27]
Jejak-jejak Nabi
Muhammad SAW dalam bentuk reliku yaitu peninggalan barang atau benda suci tidak
hanya dapat dijumpai di Makkah atau Madinah dan Arab Saudi kita dapat juga
menjumpai di Turki tepatnya diistana Topkapi, yang merupakan istana 24 Raja
Dinasti Ottoman Turki yang sangat terkenal, istana tersebut berfungsi sekitar
400 tahun sejak mulai dibangun tahun 1453 atau pada masa pemerintahan Mehmet II.
Istana tersebut
luasnya 700 meter persegi dikelilingi tembok sepanjang 5 km yang berada di
titik pertemuan selat Boshporus, Tanjung Tanduk Emas (Golden Horn) dan
Laut Marmara.
Ada banyak sekali
relikui yang tersimpan disana diantaranya relikui Rosululloh dan 4 Shahabatnya,
benda-benda itu ditempatkan diruangan yang terpisah dengan bangunan utama
istana Topkapi dan berada di ruang yang disebut.
Masih banyak lagi
relikui yang belum disebutkan satu-persatu, lebih menarik lagi pada Paviliun
Relikui Suci, kita bisa mendengar alunan bacaan al-Quran oleh 24 orang hafidz
quran secara bergantian selama 24 jam nonstop, dan bayangkan lantunan ayat suci
itu sudah berlangsung tanpa jeda sejak tahun 1517.
Sejarah pengumpulan
relikui tersebut dimulai sejak Sultan Selim I (1512-1520) taj al-Tawarikh
(Catatan Kejadian Para Raja) yang ditulis Sadeddin Effendi menyebutkan ketika
itu Sultan Selim I hampir tiap malam tidak dapat tidur, dalam kondisi seperti
itu dia selalu ditemani Hasan Can (Ayah Sadeddin Effendi) mereka selalu diskusi
dengan serius. Ketika itu Hasan Can mengantuk dan tertidur memimpikan melihat
sekelompok orang Arab dengan wajah berkilauan sedang berdiri di dekat pintu
orang-orang itu bersenjata dan memegang bendera dan salah satu yang memegang
bendera mengetuk pintu, dan Hasan Aga Penjaga pintu Kholifah membuka pintu
untuk orang tersebut, dan mereka berkata kami adalah pendamping Rosululloh,
Beliau mengirimkan salam dan katakanlah kepada rajamu, bangkit dan berdirilah
dan ini Abu Bakar al-Siddiq, ini Umar al-Faruq, Ini Ustman Zinnurain, saya Ali
bin Abi Tholib, sampaikan slamku untuk Selim Khan, ternyata mimpi Hasan Can
sama dengan mimpi penjaga pintu raja Hasan Aga. Ketika Sultan Selim mendengar
hal itu wajahnya memerah dan menangis, setelah mimpi spiritual tersebut sultan
mulai melakukan invasi ke keSultanan Mamluk yang berpusat di Mesir dan Hijaz
(Arab Saudi sekarang) menjadi bagian dari Turki pada 20 februari 1517.[28]
Penaklukan itulah
awal keberadaan Relikui di Istana Kopkapi, seperti mantel, tongkat, gigi (yang
tanggal pada perang Uhud), segenggam janggut, bendera, pena, sajadah, tasbih
kayu, bakiak, pedang hitam (pedang Nabawi), busur panah, sorban dan sabuk,
pedang empat Shahabat.
C. Kesimpulan
Penulisah Sejarah Khilafah Osmaniyah atau
Kekaisaran Turki Ottoman yang dimulai dari akhir abad ke-12 sampai abad ke-19
mewariskan berbagai cerita mulai dari timbulnya khilafah Osmaniyah, perkembangannya, sebab runtuhnya, peristiwa
penting, warisan keagungan khilafah, sumber kekuatan Khilafah, Sejarah
pengumpulan relikui, dan bukti fisik benda sejara, kita dapat mengambil hikmah
diantaranya untuk mencapai sesuatu itu memerlukan perjuangan yang panjang dan
sikap yang istiqomah, didukung dengan ilmu yang memadai.
Disamping itu islam akan kokoh karena adanya persatuan di
bawah satu pemimpin yang adil dan bijaksana serta kaffah yang memakai syariat
islam dan sistem pemerintahan yang islami.
Dengan penulisan di atas kita dapat mempelajari dari
khilafah Osmaniyah yaitu bagaimana kita akan memulai suatu kegiatan yang besar
dengan mengambil cermin dari asal mula berdirinya Khilafah Osmaniyah dengan
sistem pemerintahan yang islaminya begitu pula bagaimana cara mengembangkannya,
dengan memanfaatkan berbagai kekuatan dan kelebihan yang dimiliki.
Disamping kita dapat mempelajari begaimana perkembangan
khilafah Osmaniyah juga kita dapat mempelajari sebab-sebab runtuhnya suatu pemerintahan
atau suatu pekerjaan.
Melihat warisan keagungan Khilafah kita dapat mengambil
hikmah bahwa sesuatu yang baik akan dikenang dan diagungkan tanpa batas waktu,
begitu pula apabila mengerjakan kejelekan akan dilaknat oleh semua pihak sampai
kapan pun.
Akhirnya semoga Alloh SWT memberi inayah untuk
kebangkitan khilafah islamiah dengan sistem pemerintahan yang islami dan
dibawah satu pemimpin yang adil, bijaksana dan kaffah, amin.
[1] Abidirohman. (2009).hal. 16-18.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[2] Nasir, S.M.,(1994: 553-554)
. ICH. Islam
Its Cocepts dan History, The Ottoman Turks. New Delhi: Kitab Bhavan
[3] Nasir, S.M., 1994:
553-554 . ICH.
Islam Its Cocepts dan History, The Ottoman Turks. New Delhi: Kitab Bhavan
[4] Nasir, S.M., (1994: 554).
Islam
Its Cocepts dan History, The Ottoman Turks. New Delhi: Kitab Bhavan
[5] Nasir, S.M., (1994: 555). Islam Its Cocepts dan
History, The Ottoman Turks. New Delhi: Kitab Bhavan
[6] Abidurrohman, (2009: 3). Sebilah Pedang Bukti
Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[7] Nasir, S.M., (1994: 556). Islam Its Cocepts dan
History, The Ottoman Turks. New Delhi: Kitab Bhavan
[8] Abidurrohman, (2009: 4). Sebilah Pedang Bukti
Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[9] Abidurrohman, (2009: 4). Sebilah Pedang Bukti
Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[10] Abidurrohman, (2009: 5).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[12] Abidurrohman, (2009: 6)
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[13] Abidurrohman, (2009: 6). . Sebilah Pedang Bukti
Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[15] Abidurrohman, (2009: 8).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[16] Abidurrohman,( 2009: 8-9).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[17] Abidurrohman, (2009: 8-9).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[18] Abidurrohman, (2009 : 10). . Sebilah Pedang Bukti
Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[19] Abidurrohman, (2009: 13).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[21] Abidurrohman, (2009: 14).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[23] Abidurrohman, (2009: 36).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[25] Abidurrohman, (2009: 39).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[27] Abidurrohman, (2009: 39).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[28] Abidurahman, (2009: 41).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid
[29] Abidurahman, (2009: 15).
.
Sebilah
Pedang Bukti Sejarah Kejayaan Islam Dimasa Silam. Jakarta: Piramid